Buku terbaru : Nyobat sama Allah


Penerbit : MQS Publishing

Buku terbaru : Meraih Masa Depan Bersama Allah


Penerbit : MQS Publishing

Buku Terbaru : Tersenyumlah Cantik!

Penerbit : MQ Publishing
Dapatkan di Toko-toko buku terdekat!

Novel Baru : MISSING!

Kedatangannya tidak pernah kuduga akan membuat kisah hidupku menjadi sangat rumit. Bagaimana tidak, sosoknya yang sederhana mampu memporakporandakan hatiku yang bahkan lebih keras dari baja. Dimanakah aku akan menemukannya kesederhanaan itu setelah segala tentang kisah cinta kami berakhir. Berakhir? Ya, berakhir ketika aku dengan sadar atau tidak sadar telah membiarkannya lepas dalam genggaman. Cintaku, kemana aku akan mencarimu?
***
Cinta memang sangat penting bagi hidup kita. Dan bodohnya, aku baru menyadari itu setelah aku kehilangan dia. aku tidak bilang kalau lelaki itu adalah belahan hati yang paling sempurna, tapi sejenak setelah aku kepergiannya aku benar-benar merasa kehilangan separuh dari diriku. Aku mengejarnya kembali, tapi dia tidak mengijinkan aku mendekatinya, bahkan menyentuh bayangannya pun aku tak bisa. Aku memberontak pada rasa sakit hati dan penyesalan selama bertahun-tahun. Tapi, aku tahu hanya aku yang merasakan penderitaan itu, sedangkan dia? Entahlah…
Hingga kini aku tidak bisa percaya kalau dia bukan milikku lagi. Aku kehilangan dia. kehilangan seseorang yang kuanggap akan menjadi lelaki terakhir dalam hidupku. Membina sebuah mahligai perkawinan dengannya, memberinya banyak anak yang tampan dan cerdas, lelaki yang setiap bangun tidur dapat kupeluk dan kuciumi. Aku kehilangan dia, bagian dari mimpi yang ingin kubangun menjadi kenyataan.
Bagaimana aku harus menyebutnya? Sempurna? Tidak, dia tidak sempurna, beberapa bagian dari dirinya tidak terlalu istimewa, bahkan itu yang menyebabkan kami seringkali berbeda. Tapi, dia begitu sabar dan tenang menghadapi kerasnya sikapku. Aku baru menyadari kalau dia yang paling mungkin bisa mengerti aku. Dia sangat pengertian, ramah, simpatik, walau terlalu pendiam untuk ukuran lelaki modern sekarang.
Dia sangat memahamiku. Dia tak pernah membalas lontaran-lontaran kemarahanku. Dia seringkali membuatku tersadar atas segala kesalahan. Dia sangat mengagumkan dan aku benar-benar bodoh telah membiarkannya berlalu.
Dia tak pernah menjanjikan banyak hal padaku. Tapi sikapnya telah menunjukkan bahwa dia bertanggungjawab pada apa yang dia lakukan. Dia telah menjadikan diriku merasa istimewa dengan setiap pelukan dan ciumannya. Dia menjadikan aku begitu indah dengan pesonanya yang hanya diberikan padaku. Dia sesungguhnya impian banyak wanita saat ini. Karena dia adalah tipe lelaki yang paling sulit ditemukan untuk zaman sebobrok sekarang. Dia sangat mempesona walau bersamanya selain rasa nyaman aku tak pernah merasa percaya diri untuk bisa membahagiakannya.
Dia adalah belahan jiwaku entah sampai kapan.
***
Sebelum kubuka mataku aku merasa wangi tubuh Hakim begitu menyengat. Lalu kenangan itu kembali menguat.
"Kamu cakep banget hari ini." Ujarku ketika dari sudut mataku yang mengantuk melihat Hakim sedang ada di sisi ranjang.Tubuhnya dibalut dengan pakaian serba putih yang membuatnya terlihat begitu tampan. Rambutnya berkilau diterpa sinar yang masuk melalui jendela kamar dan pipinya merona merah karena malu akan pujianku.
"Ayo bangun sayang. Matahari sudah bersinar, hangatkan dirimu." begitu katanya dengan suara lembut. Jemarinya yang terasa hangat di pipiku saat disentuh olehnya. Aku menutup kembali mataku dan kemudian membukanya kembali, hem, akhirnya aku tersadar ini hanya halusinasi semata. Aku berpikir sedemikian kuatkah kenangan itu bersamaku. Bahkan sosok Hakim tampak begitu nyata.
"Hakim..biarkan aku memelukmu." Pintaku berusaha meraih tubuhnya yang kian memudar seperti cahaya.
Hakim menggeleng lalu benar-benar menghilang.
"Tidak!!" aku berteriak.
"Hakim, jangan tinggalkan aku." Ujarku dengan suara melirih. Lalu, aku menangis. Dari sudut mataku tampak sebuah pisau tersenyum dan memintaku mengambilnya.
"Bunuh diri?" tanyaku padanya. Seolah-olah pisau itu setuju atas usulku. Perlahan dengan gemetar tanganku mengambilnya.
Kring…
Dering telepon membuatku tersadar kembali.
Kring…
Beberapa kali aku mencoba bunuh diri dan berhasil di selamatkan malaikat.
Kring…
Kali ini malaikat menyelamatkanku lagi. Dengan langkah pelan aku menggapai dan mengangkat telepon.
"Selamat pagi, Sinta" sapaku sambil menghela nafas dengan berat.
"Apa kabar sayangku yang manis. Sudah berapa ember tangisanmu hari ini?" suara lembut itu terkekeh.
"Kali ini aku tidak menangis. Aku malah sedang menikmati kenanganku bersamanya." Aku berusaha sedikit menutupi kesedihan. Kadang aku malu pada Sinta, sahabatku ini mungkin sudah sangat bosan dengan keluhan penyesalanku. Hampir tiga tahun aku menangisi kepergiannya.
"Hemm, kamu bisa menangis dan tertawa mengingat kenanganmu dengannya. Tapi, sampai kapan kamu mengingat hal itu? Ingat non, usia kita terus bertambah, sudah saatnya kamu membuka diri bagi lelaki lain yang mencintaimu.Hidup bukan untuk mengingat-ngingat kenangan tapi untuk melalui kenyataan penuh keyakinan." Ribuan kali Sinta menyarankan aku untuk segera membuang kenanganku bersamanya. Tapi ribuan kali itu batinku memberontak untuk tetap menikmati penyesalan dan kenangan bersamanya. Walaupun itu hanya membuatku merasa sakit.
"Aku tidak tahu sampai kapan penyiksaan ini berakhir." Nafasku tertahan," Bahkan mungkin di belahan dunia yang lain, Hakim sudah berbahagia dengan seseorang." Mataku berkaca-kaca membayangkan itu.
"Itu dia!Kenapa kamu tidak memikirkan itu? Jika dia berbahagia, kenapa kamu tidak?" suara Sinta terdengar sarat emosi.
"Aku ingin sekali saja bertemu dengannya dan meminta maaf atas segala kesalahan. Setelah itu mungkin hatiku akan lebih lega." Kataku, seraya bersandar pada kursi, meletakkan tubuh yang terasa lelah akan beban.
"Tapi, kemana kamu akan mencarinya? Jika kamu tidak berhasil menemuinya, apakah berarti kamu akan selalu seperti ini, selamanya?"Sinta mendesakku dengan jawaban yang sesungguhnya dia sudah tahu. Aku akan terus mencari Hakim, menemuinya, meminta maaf, dan memintanya kembali. Jika itu tidak dapat terjadi..Entahlah…pikiran-pikiran ekstrim sudah ada di kepala.
"Serayu…" panggil Sinta lirih
Aku tetap diam
"Sin, jelaskan padaku mengapa cinta sangat mengerikan?"
Terdengar tawa Sinta mendayu
"Cinta hanya akan menjadi menyakitkan jika dipandang menyakitkan, dan akan sangat menyenangkan jika dipandang menyenangkan. Jika kamu malah memandang cinta mengerikan, maka si cinta akan menjadi mengerikan..hrrrk.." terdengar suara Sinta menyerupai monster di film kartun anak.
Aku tidak ingin tertawa mendengar suara konyolnya
"Aku menginginkan dia kembali dan akan sangat mengerikan jika aku tidak dapat menemukannya. Semakin aku mencoba memupus bayangannya, semakin tebal ingatanku akannya. Aku tidak mungkin bisa melupakannya tanpa meminta maaf padanya. Aku bersalah, aku menyesal." Gumanku pedih. "Dan tolonglah, bantu aku mencarinya."
"Be realistis!"
"Tolonglah.." pintaku mengiba
"Tapi kemana Serayu sayang? Dia memang hilang. Bahkan siapa yang tahu dia sudah mati." Suara Sinta mengeras
Airmata ingin menyeruak turun, tanganku langsung mengusap pelupuknya, " Seharusnya aku tidak memutuskan hubungan kami. Seharusnya sejak dulu aku menyadari bahwa aku harus menerima segala kekurangannya. Seharusnya aku tahu, dia yang paling mengerti mengenai aku dan aku takkan pernah menemukan lelaki sebaik dirinya." Rintihku
"Hemm, bagaimana dengan pengobatanmu?" Sinta mengalihkan pembicaraan. Mungkin dia bosan mendengarkan penyesalan itu.
"Baik. Sesungguhnya karena pengobatan itu aku bisa lebih ringan."
"Syukurlah. Aku yakin dengan sejalannya waktu dan keinginan kuat darimu untuk sembuh, kamu akan menjadi Serayu yang ceria seperti dulu. Ah, aku merindukanmu."
Ya, betapa aku rindu menjadi dulu.
"Lantas, karya apa yang sekarang sedang kamu garap?"
"Aku sedang membuat puisi."
"Wow, keren! Bolehkah aku mendengarnya?" Sinta bertanya. Tentu saja aku senang. Sinta adalah kritikus terbaikku.
"Tentu. Sebentar aku ambilkan kertas coretannya."
Aku melangkah pelan ke meja coklat, dimana terdapat begitu banyak kertas berserakan. Mengambil sebuah kertas di tumpukkan atas, dan kembali meraih gagang telepon.
"Baiklah, ini puisiku…Aku mempersembahkan ini untuk Hakim, karenanya aku memiliki banyak inspirasi untuk menulis."
"Hemmm, itulah manfaat yang bisa kamu ambil dari kenangan itu. INSPIRASI!"
Lantas, aku memulai membaca…
"Sin..kamu masih di sana?" aku bertanya setelah penggalan puisi dibacakan
"Hemm, bukankah dalam puisi itu kamu menginginkan kebahagiaan untuk kalian berdua, dimana pun kalian sekarang terpisahkan?" suara Sinta menekan.
"Ya, aku mengharapkan itu bisa menjadi kenyataan."
Sinta terdiam, "Semoga saja kamu bisa bahagia."
"Sin, sudah hampir tiga tahun ini aku seolah mengasingkan diriku sendiri. Apakah aku masih layak berharap bahwa aku diterima di dunia yang sebenarnya?"
Sinta terkekeh
"Pada dasarnya semua orang merindukanmu sayangku. Mereka menunggu kamu kembali. Aku menyarankan supaya kamu kembali bersama kami dan melakukan perubahan hidup yang lebih fantastik"
"Kamu punya usul?"
"Aku sudah memikirkan hal ini sejak lama dan ingin mengusulkannya padamu. Jika kamu memang benar-benar ingin mendapatkan Hakim kembali, kamu bisa memanfaatkan inspirasi darinya untuk membawanya ke sisimu lagi."
"Maksudmu?"
"Bukankah selama hampir tiga tahun ini kamu hanya hidup untuk merealisasikan inspirasi melalui tulisan. Aku yakin goresan penamu sangat bagus karena itu langsung muncul dari hati. "
"Lalu…?"
"Bagaimana jika kamu menyerahkannya ke penerbit? Aku yakin kamu akan terkenal karenanya."
"Tidak! Tulisanku tentang Hakim hanya untukku sendiri. Alangkah memalukan jika seluruh dunia tahu aku putus asa karena cinta."
Sinta terbahak-bahak
"Sudah terlanjur sayang. Semua yang ada di sekelilingmu sudah tahu. Bukankah kamu sendiri yang tanpa sengaja memperlihatkannya? Ketika perpisahan terjadi, saat Hakim menghilang, kamu pun ikut menghilang dari seluruh komunitas. Memilih tinggal di tempat lain, dimana tak ada seorang pun mengenalmu dan tidak memperbolehkan kami menjengukmu."
Aku terdiam, berusaha keras mencerna ucapan demi ucapan Sinta.
"Sin, sudahlah jangan terus menerus menekanku."
"Aku tidak menekanmu. Aku hanya memberikan solusi untukmu. Bayangkan ketika kamu terkenal dengan karyamu. Bukankah besar harapan hakim pun mengetahuinya? Mendengar rintihanmu itu, aku rasa dia akan kembali. Dia memahami kepedihanmu."
"Sin…"
"Berdoa tidak cukup untuk membuatnya kembali. Meratapi nasib tidak akan bisa menemukannya. Kamu butuh tindakan nyata. Aku rasa ideku bagus. Ya kan?"
"Sin..sudahlah, itu konyol!" ujarku
"Oke, oke, tapi pikirkanlah. Siapa tahu kelak kamu berubah. Kamu harus lebih kreatif menemukan solusi. Hemm, lagi pula pikirkanlah bahwa aku, ibumu, dan semua teman sangat merindukanmu."
"Terima kasih. Aku akan memikirkannya."
"Baiklah. Dan segera kabari aku jika ada perkembangan bagus. Teruslah berobat ke psikiatermu dan sampaikan ideku padanya. Oke?"
"Ya, Sin. "
Aku meletakkan telepon, meremas kertas di genggaman. Sekarang, usul baru dari Sinta berputar-putar di kepala. Apakah usulnya memang baik untuk kulakukan?
***
Lelaki berkumis tipis itu menyunggingkan senyumnya ketika melihatku datang.
"Apa kabar, Serayu?" tanyanya sambil mempersilahkan aku duduk
"Alhamdulillah lebih baik." Jawabku sambil mengulas senyum tanpa henti, "Saya tidak terlambat kan, Dok"
"Beberapa menit masih ditoleransi." Jawabnya
"Lalu bagaimana perasaanmu sekarang?"
"Masih sakit. Bahkan bayangan Hakim tadi pagi mendatangiku lagi. Dia memintaku untuk bangun." Jawabku
"Betapa cinta itu mampu mengubah halusinasi tampak sedemikian nyata."ujarnya sambil melepas kacamata kecilnya, "Tapi, bagaimanapun juga saya harus bilang bahwa kamu akan sembuh dari penderitaan ini jika keinginanmu untuk sembuh juga kuat."
"Jika Hakim kembali, kemungkinan saya sembuh." Ujarku datar
"Hemm, jangan terlalu berharap banyak, Ayu. Lebih baik kamu menyembuhkan dirimu sendiri. Itu lebih baik." Dia kembali memasang kacamatanya.
Selama beberapa menit, aku terdiam begitu pun dia. Dr. Erwan Juhara adalah seorang psikiater yang merawat mentalku sejak aku mengasingkan diri. Dia berusia enampuluhan tahun,memiliki seorang istri yang cantik, dan seorang anak perempuan seusia denganku. Itu sebabnya dia begitu telaten merawatku, dia membayangkan bahwa aku adalah anaknya.
"Tidak mungkin selamanya kamu menutup diri di tempat itu, Ayu." Akhirnya dia kembali bicara, "Kamu adalah manusia yang selalu butuh berinteraksi dan bersosialisasi agar pikiranmu tidak buntu dan hanya terpaku pada satu persoalan."
Aku tidak menjawab, hanya membalas tatapannya dengan diam.
"Saya sedang memikirkan salah satu ide dari Sinta."
"Ide apa itu?"
"Kembali ke rumah dan menerbitkan karya-karya yang saya hasilkan selama ini."
Dokter Juhara menjentikkan jari, "Bagus sekali idenya."
"Tapi saya belum memikirkannya dengan matang. Apakah saya akan melakukannya atau tidak." Jawabku gelisah.
"Itu usul yang bagus. Ayu, dengarkan saya. Masa depanmu masih panjang. Waktumu hanya akan sia-sia jika kamu terus meratapi perpisahan dan terobsesi pada Hakim. Lebih baik kamu menggapai setiap kesempatan yang bisa kamu raih. Saya membaca tulisan-tulisan bagusmu dan saya yakin itu bisa menjadi buku yang laris."
"Terima kasih, Dokter telah berupaya sangat keras untuk saya."
"Saya hanya bisa membantu semampu saya. Tapi, kesembuhan ada di tanganmu sendiri, Ayu. Secanggih apapun obat atau teknologi penyembuhan, seahli apapun Dokter, seseorang tidak akan sembuh tanpa keyakinan dari dalam dirinya sendiri."
Sebagai jawaban aku menunduk, memandang lantai tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ketika aku mengangkat kembali wajahku, Dokter Juhara masih menatapku.
"Lalu, apa yang harus saya lakukan sekarang?" tanyaku memelas
"Kembalilah. Raih masa depanmu dengan atau tanpa lelaki itu. Dunia ini terlalu indah untuk kamu sia-siakan." Suaranya tampak lembut namun tegas. "Potensimu yang luar biasa jangan di lupakan. Menulislah untuk dirimu sendiri dan orang lain. "
"Menurut Sinta tulisan saya dapat membawa Hakim kembali. Bagaimana menurut Dokter?"
"Buang sejenak harapan itu. Saya takut kamu kecewa kembali. Biarkan semuanya berjalan apa adanya, tanpa harapan yang terlampau tinggi."
"Apakah Anda pikir ini merupakan solusi yang baik untuk saya?" aku bertanya sekali lagi tentang keputusan apa yang akan aku ambil, "Apakah saya harus melakukannya?"
"Ya. Saya menyarankan hal itu kamu lakukan. Lakukan perubahan dalam hidupmu. Saya rasa masa depan kamu sangat gemilang."
"Mampukah saya melupakan Hakim?"
"Semua ada dalam hatimu. Jika kamu mau, kamu bisa terus mengingatnya, namun hindarilah keinginan dan harapan yang berlebihan atas dia. Dekatkan dirimu pada Tuhan agar hatimu lebih tenang"
"Ada nasehat lain, Dok?"
"Saya menyanyangimu, Ayu. Jika ada yang tidak beres dengan dirimu, datanglah kemari."
Aku berkaca-kaca mendengar ucapannya, "Terima kasih."
"Lantas apa yang akan kamu lakukan sekarang, Ayu? Apakah kamu akan melakukan ide yang bagus itu?"
Aku mengangguk pelan, "Ya. Saya harap semuanya berjalan lancar."
"Saya doakan, anakku." Hatiku yang sangat gelisah mulai mereda dengan dukungan yang diberikan Dokter Erwan. Aku terus saja berusaha mengikis sedikit demi sedikit kebimbangan yang hadir dengan menumbuhkan keyakinan. Setelah bertukar pikiran dengannya, akhirnya aku mengambil keputusan. Berjalan perlahan dan sambil melambaikan tangan aku menuju ke luar ruangan, Dokter Juhara memandang kepergianku dengan mata berkaca. Dia melepas pasien yang depresi karena cinta.
***
Penderitaan perpisahan dengan kekasih memang selalu menjadi inspirasi bagi sebagian karya sastra yang paling indah dan abadi di dunia ini. Bahkan Schopenhauer si filsuf menulis bahwa setiap perpisahan memberi cita rasa kematian ", sebuah persepsi yang tepat khususnya untuk perpisahan-perpisahan di masa perang, yang sarat dengan ketakutan-ketakutan tentang apa yang dibayangkan akan terjadi." Betapa tak terperinya rasa sakit yang diakibatkan dari perpisahan, seperti janda Pangeran Troya yang terpaksa merasakan penderitaan itu.
Tapi, ini memang kasus yang berbeda. Mereka terpisah tanpa mereka mau, perang memaksa mereka menderita karena cinta. Sedangkan aku? Aku yang membiarkan dengan sengaja perpisahan itu terjadi. Kini, aku sendiri yang menderita.

Selanjutnya??? TUNGGUIN AJA!

Novel Baru - UNLUCKY ME!

Aku heran dengan Tuhan. Kenapa Dia menciptakan makhlukNya berbeda-beda. Tentu saja untuk sebagian orang menjadi berbeda itu menguntungkan, tapi tidak bagiku. Sebab aku beda karena aku memang jelek. Dan tentu saja aku beda bila dibandingkan dengan teman-teman di sekelilingku. Sebuah kantor majalah yang paling beken di seantero jagad ini. Tentu saja aku beda, sebab aku lah si upik abu. Wanita terjelek!
Ah, Tuhan. Engkau sungguh tidak adil menciptakan aku di tengah-tengah mereka. Biar saja engkau berikan aku otak sejenius Einstein tapi tak ada pengaruhnya buatku sebab tak ada lagi orang yang menghargai otak. Mereka seringkali lebih menghargai penampilan. Dan puiiih, sematchingnya aku mengenakan kostum tetap saja aku terlihat jelek.
Ya Tuhan, kalau saja aku cantik!
Bahkan aku berulangkali meminta kepadaMu, ambil saja setengah kepintaranku dan berikan setengah kecantikan Ema (dia adalah wanita tercantik di kantorku) maka aku tidak akan menyesal. Tapi, barangkali Emalah yang histeris. Bagaimanapun juga dengan kecantikannya dia bisa menduduki karier sebagai reporter khusus bintang-bintang cowok yang keren. Belum lagi, tawaran makan malam cowok-cowok yang bertekuk lutut pada pandangan pertama.
Sedangkan aku? Bakat menulisku, bakat berbahasaku yang oke banget, bakat komunikasiku yang menyenangkan, dan bakat-bakat lain yang menggunakan otakku ternyata tidak ada yang membuat salah seorang diantara mereka melirikku. Uuuh, aku memang jelek. Dan barangkali itulah alasan hingga usiaku duapuluh empat tahun aku belum pernah pacaran. Bayangkan? Betapa memalukan!
Kalau saja wajahku aku langsing, cantik, dan punya seorang cowok yang mencintaiku. Tentu saja aku akan jadi orang yang paling bahagia…sayangnya, untuk sekarang itu cuman mimpi saja. Sebab, aku tidak pernah mendapatkan lelaki manapun dengan tampang dan body triple L ku. Mungkin ketika aku mengutarakan keinginanku kepadamu, kamu akan tertawa terpingkal-pingkal. Bagaimana pun juga kamu pun berpikir sama bukan dengan cowok-cowok hedonisme itu? Bukankah untuk memiliki pasangan harus memiliki tampang yang cantik, kalau enggak pun standar lah! Tapi, aku sama sekali tidak keduanya. Tidak cantik ataupun standar. Itu sebabnya, aku memilih menghabiskan waktu istirahat dengan memakan delivery Mc Donaldku dengan pesanan dua ukuran besar ayam goreng crispy, satu bungkus nasi, kentang goreng, ice cream, belum lagi ditambah beberapa batang coklat yang kubawa dari rumah. Hebat kan? Dan biarpun aku adalah pemakan porsi besar tapi aku tetap berhak berharap satu saat ukuran bajuku extra S, bukan?
Sebenarnya aku sudah bosan dengan pola dietku. Itu sebabnya aku tidak pernah meneruskannya. Aku bosan sebab aku tak pernah menjadi langsing, paling banter hanya berkurang beberapa kilo saja dalam sekian bulan sedangkan aku harus kelaparan setiap hari dan menderita pusing kepala karena kurang makan, belum lagi aku harus menahan malu karena diejek oleh Ema, wanita tercantik itu mengolokku kalau dietku takkan berhasil sebab aku memang memiliki tulang besar dan cadangan lemak yang bandel. Sial! Dan akhirnya, aku berhenti diet dan melanjutkan kembali pola makan besarku. Itu semua bukan karena aku tak peduli penampilan, tapi mungkin karena akhirnya aku pasrah.
Sewaktu aku mengunjungi salah satu kota dalam rangka liputan, seorang rekan menatapku dengan mata kasihan. Dan dia menawarkan mengantarku ke sebuah apotik tradisional untuk membeli obat pelangsing yang katanya paling manjur dan terkenal. Aku membelinya dengan harapan membumbung. Lho Siapa tahu? Tapi, ternyata obat yang kubeli seharga lima ratus ribu itu tidak ampuh, malah membuat badanku lemas dan mengantuk sepanjang hari. Bahkan banyak yang mengira aku hamil karena perutku semakin menggelembung ke depan. Kuhentikan juga mengkomsumsinya dan membuangnya ke bak sampah depan rumah.
Sialnya lagi, ayahku pernah bertanya padaku, “Kok kamu tidak mirip ibumu ketika dia masih gadis.” Ya ampun, ternyata dengan ibuku pun aku beda banget. Ibu sangat cantik, dan ayah sangat tampan. Lalu aku, mirip siapa aku? Itulah yang membuatku semakin sedih. Ayah mungkin bercanda pada saat mengatakannya, tapi itu membuat perasaanku terluka.
Aku sering bertanya kepada Tuhan, kenapa aku diciptakan berbeda sekali dengan siapapun. Lihat saja rambutku yang tipis, terpaksa kupotong pendek menyerupai lelaki. Tubuhku yang lebih mirip gumpalan daging dibandingkan seorang perempuan, tak ada lekukan sama sekali, wajahku..well, mungkin bagian tertentu seperti hidung, mata, dan bibir masih ada manis-manisnya. Tapi, percuma toh kulitku hitam, badanku tambun. Semua tidak akan memperhatikan kalau hidungku mancung, mataku berbinar menyiratkan kecerdasan, atau bibirku penuh nan seksi. Tidak ada yang tahu itu! Uugggh, aku tetap saja jelek!
Tidak ada yang memperhatikan aku dan mengenalku dengan baik selain karena sebuah nama yang kontradiktif dengan pemiliknya Cantik. Semua orang bahkan tidak tega memanggilku Cantik. Mereka sepakat menyebutku Cece itupun kalau nggak diembel-embeli Cece Ndut.Yup, sebab yang mereka lihat hanya gumpalan daging yang memenuhi tubuhku.
Semua orang sepakat kegendutanku karena aku memang hobi makan dan ngemil. Tapi, bagaimana mungkin itu bisa terjadi padaku. Sedangkan Ema memiliki porsi makan yang nggak kalah rakus denganku (walau aku sedikit khawatir kalau dia mengidap bulimia ). Ketika aku membandingkan diri dengannya, aku malah merasa sangat tidak beruntung dengan pencernaanku yang begitu lambat memproses makanan sehingga cepat menumpuk di perut. Padahal, kegiatanku tidak kalah sibuk dengan selebritis yang sering diwawancarai di majalahku. Bukankah salah satu hal yang bisa menghancurkan lemak adalah bergerak aktif, apabila tidak memiliki waktu untuk berolahraga? Oh come on, katakan saja aku memang tidak beruntung sebagai seorang perempuan.
Aku hanya beruntung karena bisa membuat suasana di kantor ramai dengan humor lucu, atau banyolan yang mengundang tawa. Bahkan aku juga sempat melangit ketika banyak orang mengatakan tanpa aku suasana kantor tidak hangat.
Bagaimana dengan keluargaku? Apakah kamu ingin tahu juga? Well, yang pasti akhirnya aku harus mengatakan bahwa aku bangga pada mereka. Kedua orangtuaku adalah dua orang yang serasi. Ayahku sangat tampan, ibuku cantik. Hanya saja mereka gagal menciptakan satu anak yang sempurna. Aku punya dua orang kakak kembar lelaki yang ganteng. Indra dan Andri. Keduanya selalu saja membuat orang-orang kagum, bahkan aku seringkali menjadi sasaran untuk dijadikan makcomblang bagi cewek-cewek gatel yang mengincar mereka, bahkan teman-temanku nggak kalah ngiler kalau kukenalkan pada mereka. Selisih usiaku dengan kedua kakakku hanya terpaut dua tahun. Dan mereka berdua adalah arsitek perumahan elite di kota kami. Mereka gambaran cowok idaman masa kini. Puih, satu yang aku syukuri adalah bahwa keduanya tak pernah meledekku. Mereka menyanyangiku. Itu sebabnya mereka secara bergantian mengantar jemputku ke kantor. Mereka khawatir adiknya yang jelek ini ada yang mengganggu di jalan. Seperti masa kecilku yang sering dijadikan bulan-bulanan anak-anak di komplek, dan merekalah yang akan menjadi pahlawanku. Kini, cara mereka menjagaku adalah dengan mengantar jemputku.
Aku seharusnya beruntung karena keluargaku menyanyangiku. Aku tidak pernah kekurangan kasih sayang. Tapi aku tetap saja merasa nelangsa, sebab aku membutuhkan kasih sayang bukan hanya dari mereka. Aku kan sudah berumur dua puluh empat tahun, dan aku ingin punya pacar.
Christiana Reali, seorang artis dan model untuk kosmetik Lancome mengatakan kalau Kecantikan adalah apa yang dimiliki jauh di lubuk hati yang paling dalam. Enak aja, dia mengatakan itu! Tentu saja, dia bisa mengatakan dengan mudah hal itu padahal dia tidak tahu rasanya jelek! Dengan mata biru, hidung mancung, bibir indah, dan kemolekan lainnya mengatakan hal itu sangatlah gampang. Tapi, pernahkah dia merasakan hal seperti aku. Mati-matian menjadi orang yang menyenangkan tetap saja tidak menarik dan cantik.
Lihat saja komentar Ferdi Hasan, dalam sebuah wawancaranya mengatakan kalau sosok wanita cantik itu berarti tidak overweight dan kulitnya putih bersih. Catat, TIDAK OVERWEIGHT! Ekh, aku nggak minta ditaksir Ferdi Hasan. Tapi apa yang dikatakannya telah mewakili sebagian besar keinginan pria. Sial! Tentu saja, aku tidak masuk hitungan wanita cantik.
Nah disinilah aku, diantara dua kategori wanita idaman pria. Cerdas, menyenangkan, hangat, penuh perhatian, dan baik. Bukankah itu yang diinginkan pria juga? Tapi karena aku hanya memiliki senjata itu tanpa modal kecantikan yang juga diinginkan mereka, akhirnya aku tetap terdampar juga dalam catatan kecil pengecualian untuk dijadikan pacar.Ternyata akhirnya, pria itu lebih memilih wanita cantik walau tidak memiliki kepribadian menawan. Tentu saja, aku kalah dalam urusan itu. Walau jika ada yang mau melawan kecerdasan otakku, aku pasti menang telak!
Mereka hanya bisa memperhatikan timbunan lemakku. Perutku yang Gendut, serta pahaku yang tambun. Sayang ya, mereka menyia-nyiakan perempuan secerdas aku hanya karena lemak!!! Sekali lagi lemak! Ups, satu lagi, kulit hitamku!
Padahal, coba jika mereka mendempul kekuranganku dengan betapa hangat dan menyenangkannya aku atau barangkali mereka kuajak bercermin bersama. Hei, tenyata ada mata yang indah di wajahku. Binar-binar kehangatan yang memancar.
Aghhh, aku benci keadaan ini. Kenapa aku selalu saja merasa tidak beruntung?!Kenapa akhirnya aku benci dengan keadaan ini, di tengah keluarga yang menerimaku apa adanya. Mereka tak pernah mempermasalahkan berat badanku dan kulit hitamku. Mereka menyanyangiku. Orangtuaku menyanyangiku sama besar seperti mereka menyanyangi kedua kakak kembarku yang tampan. Mereka tak pernah menyuruhku memutihkan kulit ataupun diet. Mereka menyukaiku.
Well, berbicara tentang Diet lagi. Apakah kamu punya senjata paling ampuh untuk menurunkan berat badan? Tentu saja, aku tidak ingin menghentikan kebiasaan makanku yang menyenangkan. Aku ingin langsing tanpa menghentikan makan fried Chicken atau batangan coklat. Apakah ada? Tentu saja, aku juga tak ingin menjadi pengidap bulimia. Sebab aku tak ingin kehilangan kecerdasanku.
Satu-satunya yang membuatku terhibur adalah ketika aku sudah mulai disibukkan dengan pekerjaanku. Membuat tulisan yang menarik untuk dibaca orang. Setiap bulan aku bisa menerima lebih dari seratus surat yang menyatakan kekagumannya atas tulisan yang kubuat. Mau tahu tulisan apa yang kubuat? Aku membuat tulisan untuk mereka yang mengidap rasa rendah diri. Aku membuat tulisan tentang ‘bagaimana menjadi diri sendiri” atau “bagaimana menggaet pria dengan segala keterbatasan yang dimiliki.” Edan, aku munafik sekali! Aku menipu diri. Puih, untungnya mereka tidak tahu kalau orang yang mereka anggap hebat itu adalah seorang aku. Seorang perempuan yang justru tenggelam dalam rasa tak percaya diri. Itulah hebatnya aku, atau bahkan penulis lainnya. Mereka selalu saja pandai menyembunyikan diri dalam indahnya tulisan mereka.
Tapi bagaimanapun aku sangat menyukai pekerjaan ini. Menulis artikel yang sedikit dibumbui psikologi. Barangkali, aku juga harus belajar dari tulisanku sendiri. Banyak sekali surat yang kembali untuk kedua kalinya untuk sekedar mengucapkan terima kasih atas nasehat yang kuberikan untuk mereka. Mereka merasa dirinya berubah setelah menerima balasan dariku. Tentu saja, aku sudah memberikan nasehat super hebat untuk bisa dilakukan mereka, bahkan walaupun aku tidak sanggup melakukan hal itu.
“Cece,” panggil Ema sambil mendudukkan pantatnya di mejaku, dan menyentuh pipiku yang tembem. “Apa kamu tidak bosan membuat artikel?”
“Bosan? Tidak!” sahutku. Aneh sekali dia menanyakan hal itu. Bukankah pekerjaan dia pun hampir sama denganku.
“Kenapa kamu tanyakan itu?” aku kembali meneruskan memakan coklat yang tinggal beberapa petak lagi.
“Rasanya aku bisa tua di sini. Aku ingin mencari pengalaman lain selain jadi paparazzi buat selebritis. Aku ingin suatu saat akulah yang diwawancarai.” Ujarnya sambil memancarkan mimpi dari matanya. Artis? Tentu saja kamu bisa. Tapi lihatlah aku, sobat! Apa layak aku bermimpi seperti kamu?
“Aku tetap ingin menulis artikel.” Sahutku menegaskan.
“Barangkali kamu memang berbakat di bidang ini, Ce. Sedangkan aku, aku hanya dijadikan umpan untuk mencari berita. Tulisanmu bagus dan selalu saja mendapat sambutan hangat dari pembaca. Terus terang, hampir semua pembaca majalah kita selalu merindukan tulisanmu. “
Aku jadi ingat hasil poling pembaca bulan kemarin menunjukkan bahwa kolom-kolom yang kuasuh menjadi target bacaan pembaca majalah kami.
“Kamu beruntung.” Pujinya
“Masalahnya, kita semua selalu memiliki sesuatu yang bisa kita banggakan.” Sahutku tanpa mengalihkan perhatian dari computer dan dengan mulut penuh coklat tentu saja.
“Dan aku sangat bangga jika memiliki kecerdasan seperti kamu.” Ema beranjak dari duduk dan membenahi rok pendeknya yang kusut.
Aha, dia iri padaku. Tidakkah dia tahu kalau aku iri padanya?
“Aku heran padamu, Ce. Kenapa kamu tidak pernah peduli pada apa yang dibicarakan banyak orang mengenai tubuhmu. Sedangkan aku selalu saja diliputi rasa takut kalau tubuhku memelar walau hanya setengah senti.” Sial! Dia membicarakan lagi tubuhku!
Kuakui, tidak ada seorangpun yang tahu kalau diam-diam aku merasakan iri yang teramat dasyat kepada semua perempuan langsing dan cantik. Sebab, aku pun tidak ingin mereka tahu. Aku tetap menginginkan mereka melihat kalau aku sangat mencintai diriku apa adanya.
Aku menarik nafas, “Omong-omong kamu memang terlihat lebih sehat sekarang.” Godaku sambil tertawa. Ema mendelik.
“Kau tahu, Emaku yang cantik. Kita memang harus berbahagia dengan diri kita apa adanya.” Aku menatapnya, “Kau tahu? Kamu sangat cantik dan rasanya pantas jika kamulah yang jadi selebritisnya bukan sebagai paparazzinya.”
Ema balik menatapku, “Terima kasih.” Lalu dia melangkah menuju mejanya.
Pertama kali aku mengenal Ema. Aku tahu dia tidak begitu suka dengan pekerjaan ini. Selain karena, tulisannya memang tidak bagus..uuups..Yup, aku memang sering sekali mengedit tulisannya yang kacau. Tapi, Ema tetaplah idola di kantor kami.
Sepeninggal Ema, aku berjalan menuju dispenser, berharap bisa membuat secangkir coklat panas dan well, memandang sebentar ke ruangan Ardiansyah. Ardiansyah, merupakan redaktur berita. Dia memiliki pesona yang sangat luar bisa, dia mampu membuat jantungku berkejaran saat matanya menatap ke arahku. “ Artikelmu semakin menarik.” Begitu pujinya setiap dia membaca artikelku di setiap edisi. Pujiannya membuatku tiba-tiba merasa bersayap dan memungkinkanku untuk terbang ke langit. Cinta yang kumiliki, well, apa ini memang cinta? Ternyata cinta ini harus kurelakan untuk Ema. Ardiansyah memang sejak lama mengincar Ema. Tentu saja, mereka merupakan dua orang ciptaan Tuhan yang sangat percaya diri dengan kelebihannya. Pasti cocok jika mereka disatukan. Paling banter aku hanya bisa mencintai secara diam-diam.
Ardiansyah memang sangat tampan. Rambut di potong plontos terlihat sangat matching dengan wajahnya yang sempurna. Alis tebal dengan mata coklat yang menawan, hidung bangir, bibir penuh, dan tentu saja kulitnya yang bersih. Dan jangan salah, caranya berpakaian semakin menunjukkan bahwa dia sangat cerdas dalam berpenampilan untuk menunjukkan ketampanannya.
Ardiansyah, merupakan pria yang ramah. Namun, justru keramahan itulah yang menyebabkan banyak perempuan di kantor kami berkabung. Caranya memperlakukan perempuan seringkali membuat mereka salah tafsir. Seperti juga cara dia memujiku, sambil menatap mataku tajam. Apa tidak gemetar aku? Tapi nggak ngaca deh aku kalo menganggap dia juga naksir aku. Nggak mungkin deh!
Ardiansyah, memang pria yang tampan, dan aku rasa bukan hanya ketampanannya yang membuat para perempuan jatuh cinta padanya. Dia adalah juga memang pria yang cerdas. Itu alasan pertama kenapa dia bisa melesat cepat dari seorang reporter biasa menjadi redaktur. Sebuah kombinasi yang diciptakan Tuhan dengan sempurna. Barangkali, satu-satunya perempuan yang tidak bergeming dengan perhatiannya hanyalah Ema. Dan alasan Ema masuk akal.
“Dia kurang kaya buatku.” Begitu alasannya suatu pagi. Tentu saja, Ardiansyah kurang kaya jika harus mengeluarkan jutaan rupiah untuk biaya perawatan tubuh Ema, perawatan rambut indahnya, perawatan kulit mulusnya. Itu sebabnya, Ema lebih memilih menjadi kekasih pria setengah baya yang mapan, walau harus dijadikan simpanan saja. Kalau lagi mujur dia menemukan bujang tua yang mapan. Tapi, mereka yang menjadi pria-pria pengagum kecantikan Ema bukan untuk dijadikan pasangan serius buat masa depannya.
“Tunggu saja sampai aku bisa menemukan pria kaya, tampan, dan lajang. Maka, aku akan melepaskan mereka semua.” Begitu katanya lagi tanpa sedikitpun merasa bersalah. Padahal, Ema tahu kalau pria-pria yang terpikat itu sudah memberikan puluhan juta bahkan ratusan juta untuk membiayainya. Hebatnya lagi, Ema tidak pernah merasa bersalah.
Ya itulah seorang Emanuela Franzizca, dia tidak akan tertarik kepada pria tampan dengan kantong tipis. Dia hanya peduli berapa banyak uang yang bisa diberikannya.
Beruntunglah dia! Sebab memang banyak pria yang menyanjung, memuja, dan memberikan apa saja. Bandingkan dengan aku. Aku tidak punya teman pria. Aku tak pernah mengalami makan malam romatis, nonton di malam minggu, bahkan mendapat telepon untuk sekedar mendengar suara bass khas pria mengucapkan, “selamat malam, Cantik.” Yang paling sering kudapatkan adalah pertanyaan, “menurutmu artikelmu kali ini bagusnya dengan gambar yang mana?” dan itu adalah pertanyaan dari Ariel, anak design di kantor. Puiih, betapa tidak beruntungnya aku. Oh ya, ada juga sih pria yang menelpon atau mengajakku berbincang serius, tapi mereka adalah pria-pria yang hatinya patah karena Ema.
Sebab, Ema adalah sahabatku. Di kantor ini, hanya Ema sahabatku. Walau dia menjengkelkan tapi dialah yang paling peduli padaku.
“Kamu yang paling membuatku merasa nyaman.” Begitu yang sering dia ucapkan padaku ketika dia mengakhiri curhat tentang hidupnya.
Memangnya ada apa dengan hidupnya?
Ema merupakan lima bersaudara dari keluarga yang broken home. Ayahnya pria keturunan Belanda, dan ibunya wanita ayu dari Yogya. Saat dia berusia sepuluh tahun. Orang tuanya bercerai. Ini disebabkan ayahnya yang ganteng (sumpah, ayahnya memang ganteng sekali! Aku pernah dikenalkan pada saat dia mengunjungi Ema) suka berselingkuh. Ibunya akhirnya memilih bercerai dan membawa serta kelima anak-anaknya. Ayahnya sendiri langsung hengkang dari rumah, dan selang satu bulan dia mendengar ayahnya sudah menikahi perempuan selingkuhannya.
Ema kecil, bersama saudara-saudaranya harus hidup serba prihatin. Apalagi ibunya tak mau menerima uang dari ayahnya. Ibunya banting tulang menghidupi keluarganya. Kedua kakaknya yang saat itu berusia masing-masing 17 dan 15 tahun, serta adiknya berusia masing 8 dan 5 tahun harus merasakan penderitaan yang berkepanjangan. Dan rupanya, penderitaan itu tak dapat ditanggung oleh semua anggota keluarganya. Ema bersaudara yang keseluruhannya perempuan cantik-cantik akhirnya menyerah pada beban hidup. Menginjak remaja, Ema dan kedua adiknya mengikuti jejak kakak-kakaknya, menjadi perempuan yang selalu memanfaatkan kecantikan demi uang. Ya, demi uang. Semua demi uang.
Anehnya, ibunya tak pernah mempermasalahkan itu.
“Mama justru lega karena masing-masing dari kami menjadi mesin pencetak uang.” Ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Mengerikan memang ceritanya.
“Itulah sebabnya aku tidak pernah menyesal melakukan ini. Sebab aku memang sudah terbiasa. Aku tidak peduli pada perasaan pria-pria itu. Salah mereka mencintaiku. Lagipula mereka memang bukan pria-pria baik. Kami sama-sama brengsek! Kami saling memanfaatkan. Mereka menikmati tubuhku, aku menikmati uang mereka. Sama-sama diuntungkan, bukan?” tanyanya. Bulu kudukku bergidik mendengarnya.
“Lantas, mau sampai kapan kamu begini?”
“Sampai aku benar-benar beruntung mendapatkan pria yang aku inginkan.” Tegasnya.
Dan pria yang diinginkan Ema adalah pria yang sudah aku sebutkan di atas : TAMPAN, KAYA dan LAJANG! Hebat bukan kriterianya!? Tapi, diam-diam aku juga sering membawanya dalam doa-doaku semoga Ema, sahabatku mendapatkan pria yang diinginkannya.
“Bagaimana dengan kamu?” Nah, Ema kadang menanyakan hal ini tanpa pernah melihat siapa aku. Apakah dia tidak lihat kalau aku sangat berbeda dengannya.
“Aku hanya ingin mendapatkan lelaki yang baik. Itu saja.” Tentu saja, Baik hati itu penting. Sebab pria baiklah yang akan menerima keadaanku yang jelek ini tanpa sedikitpun mengeluh. Mana mungkin aku memiliki kriteria sehebat Ema? Tahu diri lah!
“Kuharap kamu akan mendapatkannya.” Ujarnya tulus sambil memelukku.
“Terima kasih karena sudah menjadikanku menjadi sahabatmu.” Bisiknya pelan. Tentu saja, aku menjadikanmu sahabatku sebab walau kamu sering mengolok tubuhku tapi dari binar matamu kasih sayang memancar. Aku menyanyangimu apa adanya Ema.
Lalu kami selalu berpelukan selepas Ema mengeluarkan unek-uneknya.
Ema memang sahabatku, seperti juga dia menganggapku sahabatnya. Kami sependapat tentang arti sahabat. Sebab, kami adalah dua mahluk berbeda yang saling membutuhkan. Ema membutuhkan ketulusan dari orang yang dekat dengannya, bukan sekedar memanfaatkannya,sedangkan aku bisa belajar banyak padanya tentang hal-hal yang menyenangkan tentang busana, kencan, dan kegilaan.
Jujur, Emalah yang sangat berperan dalam menentukan baju apa yang akan aku pakai. Kami sering menghabiskan banyak waktu untuk berbelanja. Aku mengira duit Ema memang tak pernah habis. Dia sering mengajakku berbelanja baju dan memantas-mantaskannya untukku. Jadilah aku dengan setelan-setelan yang funky dan berwarna-warna cerah. Walau mungkin tidak ada yang melihatnya sebagai sesuatu yang pantas sebab mereka tetap konsen dengan lemakku. Sekali lagi lemakku! Bahkan, aku sering merasa mereka berkata, “Sungguh tak tahu diri, perempuan gemuk itu memakai baju-baju berwarna cerah. Bukankah itu semakin membuatnya bertambah bengkak?”
Well, untunglah ada Ema yang menyakinkanku bahwa aku terlihat lebih bersinar dengan pakaian pilihannya. Aku percaya Ema mengatakan hal yang sebenarnya. Dan diam-diam aku seringkali menangis dalam hati ketika dia meminta pendapatku tentang baju baru yang ingin dibelinya, “Ah betapa cantiknya Ema dengan baju apapun.” Aku tidak pernah menggelengkan kepala, semua yang dipakai Ema tampak sempurna.
Kami juga sering makan malam bersama seusai pulang kerja. Tentu saja setelah meminta izin kepada kedua kakakku dan orangtuaku. Dan mereka mengijinkanku pergi ketika mereka tahu, aku berangkat bersama Ema. Bagi mereka Ema adalah sahabat yang baik untukku. Bahkan Bang Indra dan Bang Andri sempat naksir Ema karena dianggapnya Ema adalah perempuan cantik sekaligus berhati peri. Tapi, Ema tentu saja mengabaikan mereka. Bagi Ema, kedua kakakku masih kurang kaya.
“Sebab mereka adalah kakak bagiku. Lagipula, aku tak mungkin memilih keduanya, bukan?” tolaknya halus padaku. Dia tak ingin menyakitiku dengan alasan yang aku tahu. Ema menolak dengan cukup bijaksana. Aku hanya tersenyum-senyum dan mengangguk, lalu menyampaikan alasan Ema pada kedua kakakku. Dan mereka setuju dengan itu.
“Lagipula, Ema adalah sahabat baikmu, De. Lebih baik persahabatan tak perlu dicampuradukkan dengan cinta. Bisa amburadul!” ujar bang Andri kalem. Dua minggu kemudian, bang Andri malah mengenalkan pacar barunya. Dia tidak begitu cantik, tapi terlihat begitu penyanyang.
“Sebab aku punya adik manis yang kusayangi, dan aku ingin calon istriku menyanyanginya.” Ujarnya dengan logat memanjakan. Dan memang mbak Ita, menyanyangiku.
Demikian juga Bang Indra selang berapa lama dari perkenalan calon bang Andri, mengenalkan juga pacar barunya. Perempuan keibuan itu bernama Anisa. Mengenakan jilbab dengan perawakan sedang. Lesung pipitnya membuatnya terlihat manis. Dan seperti mbak Ita, mbak Anisa juga menyanyangiku.
Apa sebenarnya yang kurang dari hidupku? keluarga menyanyangiku, bahkan mereka memasukkan anggota baru yang juga menyanyangiku. Aku juga punya Ema yang tak kalah besar menyanyangiku. Kekuranganku cuman satu. Aku ditakdirkan menjadi perempuan gendut, hitam, dan tidak menarik!Herrkkkkkkk!!!!     
Kembali lagi mengenai ceritaku dan Ema. Walau tidak selalu makan siang kami habiskan bersama. Tapi, ketika akhirnya kami memiliki waktu untuk bersama. Makan siangku akan sangat menyenangkan. Sebab, Ema selalu saja menceritakan hal-hal konyol dari pria-pria yang ingin membuatnya jatuh cinta. Lucu juga cara pria untuk menaklukan perempuan! Aku sering tertawa terbahak jika mendengar ceritanya.
Bahkan Ardiansyah terkadang melakukan tindakan konyol untuk bisa dekat dengan Ema. Salah satunya adalah dengan memberinya bunga berwarna pink dengan sebuah surat yang bergantung di tangkainya, “Maukah kamu makan siang denganku, cantik?” Well, cantik di sini tentu saja bukan namaku. Cantik di sini adalah panggilan Ardiansyah khusus kepada si cantik Ema. Dan sebab, Ema tak sanggup menolak ajakan yang romantis dan manis itu, dia akan mengajakku serta dalam acara makan siangnya. Puiih, sungguh menyesakkan dada! Bayangkan saja jika kamu melihat mata pria yang kamu kagumi menatap takjub perempuan lain. Pernahkah kamu mengalaminya? Semoga tidak! Sebab itu sangat menyakitkan!Tapi sakit itu bisa diobati karena dalam jangka waktu hampir satu jam aku pun bisa menikmati Ardiansyah. Menikmati aroma parfumnya dan sesekali menatap wajahnya.Aku bahkan tidak bisa konsentrasi lagi pada makananku, aku lebih sibuk memikirkan “Seandainya mata Ardiansyah menatap ke arahku dengan penuh cinta, tentu aku akan bahagia.” Tapi tentu saja tidak mungkin, sebab pria tampan hanya tertarik pada perempuan cantik. Dan aku adalah perempuan jelek, mungkin super jelek!
Dan Ema, yang merasa digila-gilai semua pria malah makan dengan asyik serta mengabaikan tatapan mesra Ardiansyah. Kasihan memang pria yang kukagumi itu. Dia mencintai perempuan yang salah, mungkin seperti juga aku mencintai dia. Cinta yang salah.
Ema dan aku masuk ke perusahaan ini dalam jangka waktu yang sama. Kami melalui test dan seleksi yang sama. Tapi, aku yakin bahwa Ema masuk ke sini bukan karena otaknya. Sebab jujur saja, Ema sangat merepotkan dalam urusan kepala. Dia sangat bloon dalam urusan pekerjaan. Bahkan sejak awal dia selalu saja meminta bantuanku untuk membuat daftar pertanyaan untuk seleb yang mau dia wawancarai. Ya ampun, daftar pertanyaan saja dia kebingungan. Kemudian, setelah akhirnya daftar pertanyaan itu harus dia rangkai menjadi berita, dia pun akan tetap merepotkanku. Jadi, menurutmu kenapa dia masuk ke kantor majalah ini? Ya, kurasa karena memang dia cantik!
Dan, barangkali itu sebabnya dia bisa menjadi sahabatku. Selain karena dia membutuhkan otakku, juga karena banyak pandangan sinis padanya. Banyak senior kami yang sinis padanya. Oh, tentu saja karena tiba-tiba saja Ema menjadi perbincangan semua pria ketika baru satu hari masuk kerja. Well, bayangkan saja hal itu!
Bagaimana dengan aku? Tidak ada seorang pun mempedulikan aku. Mereka terlihat terlalu sibuk, bahkan untuk mengetahui siapa namaku. Dan bayangkan, bagaimana raut wajah mereka akhirnya terpaksa harus mengetahui namaku (Ini demi membuat name tage) raut wajah mereka seolah-olah mengatakan, “Oh alangkah tidak cocoknya nama itu untuknya.’ Tentu saja dengan wajah yang memelas menatapku sambil mengira-ngira kalau orangtuaku salah memberi nama. Sampai akhirnya Dien, mengusulkan dengan seenaknya nama panggilan untukku, “Cece. Bagaimana kalau kami panggil kamu dengan sebutan Cece.” Aku sih mengangguk saja. Aku kan tidak mungkin memaksa mereka menyebutku Cantik jika mereka tidak ikhlas.
“De, kok kamu dipanggil Cece?” Tanya Bang Andri heran ketika seorang temanku memanggilku saat dia menjemputku. Dan Dede, merupakan panggilan kesayangan orang rumah untukku.
“Cece itu artinya, hemm, kalau nggak salah sih, kakak.” Lanjutnya dengan wajah berkerut
Well, masih mending bang Andri hanya mengetahui panggilan baruku Cece, tidak diembel-embeli Ndut di belakangnya. Kalau saja dia tahu, aku tidak bisa membayangkan hancurnya wajah temanku itu. Maklum, kedua kakak kembarku yang tampan itu paling nggak rela kalau Dede kesayangannya ini dihina orang. Aku masih ingat ketika aku kelas tiga SD, salah seorang anak di komplek memanggilku, “Hei, jelek!” bang Andri langsung menghajarnya hingga hidungnya patah. Jadi, jangan coba-coba memanggilku dengan sebutan –yang sebetulnya menggambarkan aku- nggak enak. Sebab, kedua kakakku akan menghajarmu.
Seharusnya aku merasa beruntung, tapi aku tetap merasa tidak beruntung dengan keadaan fisikku ini!
Aku hanya akan merasa bahagia ketika mendapati diriku secantik Ema. Okelah aku tidak perlu secantik dirinya tapi minimal aku tidak Gendut, tidak hitam, dan lebih menarik.
Bayangkan saja, aku menjadi kacingcalang di keluargaku. Aku menjadi obyek yang membuat foto keluargaku menjadi tidak indah. Aku pernah bertanya pada mama mengenai kondisiku.
“Ma, apakah aku anak pungut?” pertanyaanku hanya dijawab mama dengan tatapan penuh kasih sayang
“Tentu saja tidak, kamu lahir setelah mama kandung selama sebelas bulan.” ooow, tenyata barangkali itu jawaban yang bisa kuberikan atas kondisi fisikku. Aku terlalu lama dalam kandungan sehingga aku gemuk sejak awal, tapi apa asumsi yang pantas untuk kulit hitam dan rambut jarangku?
Ya, inilah aku, perempuan bernama Cantik yang sama sekali tidak cantik! Kasihan deh gue!!!!!


Selanjutnya???? TUNGGUIN AJA YA?

Novel Baru - UNLUCKY ME!

Aku heran dengan Tuhan. Kenapa Dia menciptakan makhlukNya berbeda-beda. Tentu saja untuk sebagian orang menjadi berbeda itu menguntungkan, tapi tidak bagiku. Sebab aku beda karena aku memang jelek. Dan tentu saja aku beda bila dibandingkan dengan teman-teman di sekelilingku. Sebuah kantor majalah yang paling beken di seantero jagad ini. Tentu saja aku beda, sebab aku lah si upik abu. Wanita terjelek!
Ah, Tuhan. Engkau sungguh tidak adil menciptakan aku di tengah-tengah mereka. Biar saja engkau berikan aku otak sejenius Einstein tapi tak ada pengaruhnya buatku sebab tak ada lagi orang yang menghargai otak. Mereka seringkali lebih menghargai penampilan. Dan puiiih, sematchingnya aku mengenakan kostum tetap saja aku terlihat jelek.
Ya Tuhan, kalau saja aku cantik!
Bahkan aku berulangkali meminta kepadaMu, ambil saja setengah kepintaranku dan berikan setengah kecantikan Ema (dia adalah wanita tercantik di kantorku) maka aku tidak akan menyesal. Tapi, barangkali Emalah yang histeris. Bagaimanapun juga dengan kecantikannya dia bisa menduduki karier sebagai reporter khusus bintang-bintang cowok yang keren. Belum lagi, tawaran makan malam cowok-cowok yang bertekuk lutut pada pandangan pertama.
Sedangkan aku? Bakat menulisku, bakat berbahasaku yang oke banget, bakat komunikasiku yang menyenangkan, dan bakat-bakat lain yang menggunakan otakku ternyata tidak ada yang membuat salah seorang diantara mereka melirikku. Uuuh, aku memang jelek. Dan barangkali itulah alasan hingga usiaku duapuluh empat tahun aku belum pernah pacaran. Bayangkan? Betapa memalukan!
Kalau saja wajahku aku langsing, cantik, dan punya seorang cowok yang mencintaiku. Tentu saja aku akan jadi orang yang paling bahagia…sayangnya, untuk sekarang itu cuman mimpi saja. Sebab, aku tidak pernah mendapatkan lelaki manapun dengan tampang dan body triple L ku. Mungkin ketika aku mengutarakan keinginanku kepadamu, kamu akan tertawa terpingkal-pingkal. Bagaimana pun juga kamu pun berpikir sama bukan dengan cowok-cowok hedonisme itu? Bukankah untuk memiliki pasangan harus memiliki tampang yang cantik, kalau enggak pun standar lah! Tapi, aku sama sekali tidak keduanya. Tidak cantik ataupun standar. Itu sebabnya, aku memilih menghabiskan waktu istirahat dengan memakan delivery Mc Donaldku dengan pesanan dua ukuran besar ayam goreng crispy, satu bungkus nasi, kentang goreng, ice cream, belum lagi ditambah beberapa batang coklat yang kubawa dari rumah. Hebat kan? Dan biarpun aku adalah pemakan porsi besar tapi aku tetap berhak berharap satu saat ukuran bajuku extra S, bukan?
Sebenarnya aku sudah bosan dengan pola dietku. Itu sebabnya aku tidak pernah meneruskannya. Aku bosan sebab aku tak pernah menjadi langsing, paling banter hanya berkurang beberapa kilo saja dalam sekian bulan sedangkan aku harus kelaparan setiap hari dan menderita pusing kepala karena kurang makan, belum lagi aku harus menahan malu karena diejek oleh Ema, wanita tercantik itu mengolokku kalau dietku takkan berhasil sebab aku memang memiliki tulang besar dan cadangan lemak yang bandel. Sial! Dan akhirnya, aku berhenti diet dan melanjutkan kembali pola makan besarku. Itu semua bukan karena aku tak peduli penampilan, tapi mungkin karena akhirnya aku pasrah.
Sewaktu aku mengunjungi salah satu kota dalam rangka liputan, seorang rekan menatapku dengan mata kasihan. Dan dia menawarkan mengantarku ke sebuah apotik tradisional untuk membeli obat pelangsing yang katanya paling manjur dan terkenal. Aku membelinya dengan harapan membumbung. Lho Siapa tahu? Tapi, ternyata obat yang kubeli seharga lima ratus ribu itu tidak ampuh, malah membuat badanku lemas dan mengantuk sepanjang hari. Bahkan banyak yang mengira aku hamil karena perutku semakin menggelembung ke depan. Kuhentikan juga mengkomsumsinya dan membuangnya ke bak sampah depan rumah.
Sialnya lagi, ayahku pernah bertanya padaku, “Kok kamu tidak mirip ibumu ketika dia masih gadis.” Ya ampun, ternyata dengan ibuku pun aku beda banget. Ibu sangat cantik, dan ayah sangat tampan. Lalu aku, mirip siapa aku? Itulah yang membuatku semakin sedih. Ayah mungkin bercanda pada saat mengatakannya, tapi itu membuat perasaanku terluka.
Aku sering bertanya kepada Tuhan, kenapa aku diciptakan berbeda sekali dengan siapapun. Lihat saja rambutku yang tipis, terpaksa kupotong pendek menyerupai lelaki. Tubuhku yang lebih mirip gumpalan daging dibandingkan seorang perempuan, tak ada lekukan sama sekali, wajahku..well, mungkin bagian tertentu seperti hidung, mata, dan bibir masih ada manis-manisnya. Tapi, percuma toh kulitku hitam, badanku tambun. Semua tidak akan memperhatikan kalau hidungku mancung, mataku berbinar menyiratkan kecerdasan, atau bibirku penuh nan seksi. Tidak ada yang tahu itu! Uugggh, aku tetap saja jelek!
Tidak ada yang memperhatikan aku dan mengenalku dengan baik selain karena sebuah nama yang kontradiktif dengan pemiliknya Cantik. Semua orang bahkan tidak tega memanggilku Cantik. Mereka sepakat menyebutku Cece itupun kalau nggak diembel-embeli Cece Ndut.Yup, sebab yang mereka lihat hanya gumpalan daging yang memenuhi tubuhku.
Semua orang sepakat kegendutanku karena aku memang hobi makan dan ngemil. Tapi, bagaimana mungkin itu bisa terjadi padaku. Sedangkan Ema memiliki porsi makan yang nggak kalah rakus denganku (walau aku sedikit khawatir kalau dia mengidap bulimia ). Ketika aku membandingkan diri dengannya, aku malah merasa sangat tidak beruntung dengan pencernaanku yang begitu lambat memproses makanan sehingga cepat menumpuk di perut. Padahal, kegiatanku tidak kalah sibuk dengan selebritis yang sering diwawancarai di majalahku. Bukankah salah satu hal yang bisa menghancurkan lemak adalah bergerak aktif, apabila tidak memiliki waktu untuk berolahraga? Oh come on, katakan saja aku memang tidak beruntung sebagai seorang perempuan.
Aku hanya beruntung karena bisa membuat suasana di kantor ramai dengan humor lucu, atau banyolan yang mengundang tawa. Bahkan aku juga sempat melangit ketika banyak orang mengatakan tanpa aku suasana kantor tidak hangat.
Bagaimana dengan keluargaku? Apakah kamu ingin tahu juga? Well, yang pasti akhirnya aku harus mengatakan bahwa aku bangga pada mereka. Kedua orangtuaku adalah dua orang yang serasi. Ayahku sangat tampan, ibuku cantik. Hanya saja mereka gagal menciptakan satu anak yang sempurna. Aku punya dua orang kakak kembar lelaki yang ganteng. Indra dan Andri. Keduanya selalu saja membuat orang-orang kagum, bahkan aku seringkali menjadi sasaran untuk dijadikan makcomblang bagi cewek-cewek gatel yang mengincar mereka, bahkan teman-temanku nggak kalah ngiler kalau kukenalkan pada mereka. Selisih usiaku dengan kedua kakakku hanya terpaut dua tahun. Dan mereka berdua adalah arsitek perumahan elite di kota kami. Mereka gambaran cowok idaman masa kini. Puih, satu yang aku syukuri adalah bahwa keduanya tak pernah meledekku. Mereka menyanyangiku. Itu sebabnya mereka secara bergantian mengantar jemputku ke kantor. Mereka khawatir adiknya yang jelek ini ada yang mengganggu di jalan. Seperti masa kecilku yang sering dijadikan bulan-bulanan anak-anak di komplek, dan merekalah yang akan menjadi pahlawanku. Kini, cara mereka menjagaku adalah dengan mengantar jemputku.
Aku seharusnya beruntung karena keluargaku menyanyangiku. Aku tidak pernah kekurangan kasih sayang. Tapi aku tetap saja merasa nelangsa, sebab aku membutuhkan kasih sayang bukan hanya dari mereka. Aku kan sudah berumur dua puluh empat tahun, dan aku ingin punya pacar.
Christiana Reali, seorang artis dan model untuk kosmetik Lancome mengatakan kalau Kecantikan adalah apa yang dimiliki jauh di lubuk hati yang paling dalam. Enak aja, dia mengatakan itu! Tentu saja, dia bisa mengatakan dengan mudah hal itu padahal dia tidak tahu rasanya jelek! Dengan mata biru, hidung mancung, bibir indah, dan kemolekan lainnya mengatakan hal itu sangatlah gampang. Tapi, pernahkah dia merasakan hal seperti aku. Mati-matian menjadi orang yang menyenangkan tetap saja tidak menarik dan cantik.
Lihat saja komentar Ferdi Hasan, dalam sebuah wawancaranya mengatakan kalau sosok wanita cantik itu berarti tidak overweight dan kulitnya putih bersih. Catat, TIDAK OVERWEIGHT! Ekh, aku nggak minta ditaksir Ferdi Hasan. Tapi apa yang dikatakannya telah mewakili sebagian besar keinginan pria. Sial! Tentu saja, aku tidak masuk hitungan wanita cantik.
Nah disinilah aku, diantara dua kategori wanita idaman pria. Cerdas, menyenangkan, hangat, penuh perhatian, dan baik. Bukankah itu yang diinginkan pria juga? Tapi karena aku hanya memiliki senjata itu tanpa modal kecantikan yang juga diinginkan mereka, akhirnya aku tetap terdampar juga dalam catatan kecil pengecualian untuk dijadikan pacar.Ternyata akhirnya, pria itu lebih memilih wanita cantik walau tidak memiliki kepribadian menawan. Tentu saja, aku kalah dalam urusan itu. Walau jika ada yang mau melawan kecerdasan otakku, aku pasti menang telak!
Mereka hanya bisa memperhatikan timbunan lemakku. Perutku yang Gendut, serta pahaku yang tambun. Sayang ya, mereka menyia-nyiakan perempuan secerdas aku hanya karena lemak!!! Sekali lagi lemak! Ups, satu lagi, kulit hitamku!
Padahal, coba jika mereka mendempul kekuranganku dengan betapa hangat dan menyenangkannya aku atau barangkali mereka kuajak bercermin bersama. Hei, tenyata ada mata yang indah di wajahku. Binar-binar kehangatan yang memancar.
Aghhh, aku benci keadaan ini. Kenapa aku selalu saja merasa tidak beruntung?!Kenapa akhirnya aku benci dengan keadaan ini, di tengah keluarga yang menerimaku apa adanya. Mereka tak pernah mempermasalahkan berat badanku dan kulit hitamku. Mereka menyanyangiku. Orangtuaku menyanyangiku sama besar seperti mereka menyanyangi kedua kakak kembarku yang tampan. Mereka tak pernah menyuruhku memutihkan kulit ataupun diet. Mereka menyukaiku.
Well, berbicara tentang Diet lagi. Apakah kamu punya senjata paling ampuh untuk menurunkan berat badan? Tentu saja, aku tidak ingin menghentikan kebiasaan makanku yang menyenangkan. Aku ingin langsing tanpa menghentikan makan fried Chicken atau batangan coklat. Apakah ada? Tentu saja, aku juga tak ingin menjadi pengidap bulimia. Sebab aku tak ingin kehilangan kecerdasanku.
Satu-satunya yang membuatku terhibur adalah ketika aku sudah mulai disibukkan dengan pekerjaanku. Membuat tulisan yang menarik untuk dibaca orang. Setiap bulan aku bisa menerima lebih dari seratus surat yang menyatakan kekagumannya atas tulisan yang kubuat. Mau tahu tulisan apa yang kubuat? Aku membuat tulisan untuk mereka yang mengidap rasa rendah diri. Aku membuat tulisan tentang ‘bagaimana menjadi diri sendiri” atau “bagaimana menggaet pria dengan segala keterbatasan yang dimiliki.” Edan, aku munafik sekali! Aku menipu diri. Puih, untungnya mereka tidak tahu kalau orang yang mereka anggap hebat itu adalah seorang aku. Seorang perempuan yang justru tenggelam dalam rasa tak percaya diri. Itulah hebatnya aku, atau bahkan penulis lainnya. Mereka selalu saja pandai menyembunyikan diri dalam indahnya tulisan mereka.
Tapi bagaimanapun aku sangat menyukai pekerjaan ini. Menulis artikel yang sedikit dibumbui psikologi. Barangkali, aku juga harus belajar dari tulisanku sendiri. Banyak sekali surat yang kembali untuk kedua kalinya untuk sekedar mengucapkan terima kasih atas nasehat yang kuberikan untuk mereka. Mereka merasa dirinya berubah setelah menerima balasan dariku. Tentu saja, aku sudah memberikan nasehat super hebat untuk bisa dilakukan mereka, bahkan walaupun aku tidak sanggup melakukan hal itu.
“Cece,” panggil Ema sambil mendudukkan pantatnya di mejaku, dan menyentuh pipiku yang tembem. “Apa kamu tidak bosan membuat artikel?”
“Bosan? Tidak!” sahutku. Aneh sekali dia menanyakan hal itu. Bukankah pekerjaan dia pun hampir sama denganku.
“Kenapa kamu tanyakan itu?” aku kembali meneruskan memakan coklat yang tinggal beberapa petak lagi.
“Rasanya aku bisa tua di sini. Aku ingin mencari pengalaman lain selain jadi paparazzi buat selebritis. Aku ingin suatu saat akulah yang diwawancarai.” Ujarnya sambil memancarkan mimpi dari matanya. Artis? Tentu saja kamu bisa. Tapi lihatlah aku, sobat! Apa layak aku bermimpi seperti kamu?
“Aku tetap ingin menulis artikel.” Sahutku menegaskan.
“Barangkali kamu memang berbakat di bidang ini, Ce. Sedangkan aku, aku hanya dijadikan umpan untuk mencari berita. Tulisanmu bagus dan selalu saja mendapat sambutan hangat dari pembaca. Terus terang, hampir semua pembaca majalah kita selalu merindukan tulisanmu. “
Aku jadi ingat hasil poling pembaca bulan kemarin menunjukkan bahwa kolom-kolom yang kuasuh menjadi target bacaan pembaca majalah kami.
“Kamu beruntung.” Pujinya
“Masalahnya, kita semua selalu memiliki sesuatu yang bisa kita banggakan.” Sahutku tanpa mengalihkan perhatian dari computer dan dengan mulut penuh coklat tentu saja.
“Dan aku sangat bangga jika memiliki kecerdasan seperti kamu.” Ema beranjak dari duduk dan membenahi rok pendeknya yang kusut.
Aha, dia iri padaku. Tidakkah dia tahu kalau aku iri padanya?
“Aku heran padamu, Ce. Kenapa kamu tidak pernah peduli pada apa yang dibicarakan banyak orang mengenai tubuhmu. Sedangkan aku selalu saja diliputi rasa takut kalau tubuhku memelar walau hanya setengah senti.” Sial! Dia membicarakan lagi tubuhku!
Kuakui, tidak ada seorangpun yang tahu kalau diam-diam aku merasakan iri yang teramat dasyat kepada semua perempuan langsing dan cantik. Sebab, aku pun tidak ingin mereka tahu. Aku tetap menginginkan mereka melihat kalau aku sangat mencintai diriku apa adanya.
Aku menarik nafas, “Omong-omong kamu memang terlihat lebih sehat sekarang.” Godaku sambil tertawa. Ema mendelik.
“Kau tahu, Emaku yang cantik. Kita memang harus berbahagia dengan diri kita apa adanya.” Aku menatapnya, “Kau tahu? Kamu sangat cantik dan rasanya pantas jika kamulah yang jadi selebritisnya bukan sebagai paparazzinya.”
Ema balik menatapku, “Terima kasih.” Lalu dia melangkah menuju mejanya.
Pertama kali aku mengenal Ema. Aku tahu dia tidak begitu suka dengan pekerjaan ini. Selain karena, tulisannya memang tidak bagus..uuups..Yup, aku memang sering sekali mengedit tulisannya yang kacau. Tapi, Ema tetaplah idola di kantor kami.
Sepeninggal Ema, aku berjalan menuju dispenser, berharap bisa membuat secangkir coklat panas dan well, memandang sebentar ke ruangan Ardiansyah. Ardiansyah, merupakan redaktur berita. Dia memiliki pesona yang sangat luar bisa, dia mampu membuat jantungku berkejaran saat matanya menatap ke arahku. “ Artikelmu semakin menarik.” Begitu pujinya setiap dia membaca artikelku di setiap edisi. Pujiannya membuatku tiba-tiba merasa bersayap dan memungkinkanku untuk terbang ke langit. Cinta yang kumiliki, well, apa ini memang cinta? Ternyata cinta ini harus kurelakan untuk Ema. Ardiansyah memang sejak lama mengincar Ema. Tentu saja, mereka merupakan dua orang ciptaan Tuhan yang sangat percaya diri dengan kelebihannya. Pasti cocok jika mereka disatukan. Paling banter aku hanya bisa mencintai secara diam-diam.
Ardiansyah memang sangat tampan. Rambut di potong plontos terlihat sangat matching dengan wajahnya yang sempurna. Alis tebal dengan mata coklat yang menawan, hidung bangir, bibir penuh, dan tentu saja kulitnya yang bersih. Dan jangan salah, caranya berpakaian semakin menunjukkan bahwa dia sangat cerdas dalam berpenampilan untuk menunjukkan ketampanannya.
Ardiansyah, merupakan pria yang ramah. Namun, justru keramahan itulah yang menyebabkan banyak perempuan di kantor kami berkabung. Caranya memperlakukan perempuan seringkali membuat mereka salah tafsir. Seperti juga cara dia memujiku, sambil menatap mataku tajam. Apa tidak gemetar aku? Tapi nggak ngaca deh aku kalo menganggap dia juga naksir aku. Nggak mungkin deh!
Ardiansyah, memang pria yang tampan, dan aku rasa bukan hanya ketampanannya yang membuat para perempuan jatuh cinta padanya. Dia adalah juga memang pria yang cerdas. Itu alasan pertama kenapa dia bisa melesat cepat dari seorang reporter biasa menjadi redaktur. Sebuah kombinasi yang diciptakan Tuhan dengan sempurna. Barangkali, satu-satunya perempuan yang tidak bergeming dengan perhatiannya hanyalah Ema. Dan alasan Ema masuk akal.
“Dia kurang kaya buatku.” Begitu alasannya suatu pagi. Tentu saja, Ardiansyah kurang kaya jika harus mengeluarkan jutaan rupiah untuk biaya perawatan tubuh Ema, perawatan rambut indahnya, perawatan kulit mulusnya. Itu sebabnya, Ema lebih memilih menjadi kekasih pria setengah baya yang mapan, walau harus dijadikan simpanan saja. Kalau lagi mujur dia menemukan bujang tua yang mapan. Tapi, mereka yang menjadi pria-pria pengagum kecantikan Ema bukan untuk dijadikan pasangan serius buat masa depannya.
“Tunggu saja sampai aku bisa menemukan pria kaya, tampan, dan lajang. Maka, aku akan melepaskan mereka semua.” Begitu katanya lagi tanpa sedikitpun merasa bersalah. Padahal, Ema tahu kalau pria-pria yang terpikat itu sudah memberikan puluhan juta bahkan ratusan juta untuk membiayainya. Hebatnya lagi, Ema tidak pernah merasa bersalah.
Ya itulah seorang Emanuela Franzizca, dia tidak akan tertarik kepada pria tampan dengan kantong tipis. Dia hanya peduli berapa banyak uang yang bisa diberikannya.
Beruntunglah dia! Sebab memang banyak pria yang menyanjung, memuja, dan memberikan apa saja. Bandingkan dengan aku. Aku tidak punya teman pria. Aku tak pernah mengalami makan malam romatis, nonton di malam minggu, bahkan mendapat telepon untuk sekedar mendengar suara bass khas pria mengucapkan, “selamat malam, Cantik.” Yang paling sering kudapatkan adalah pertanyaan, “menurutmu artikelmu kali ini bagusnya dengan gambar yang mana?” dan itu adalah pertanyaan dari Ariel, anak design di kantor. Puiih, betapa tidak beruntungnya aku. Oh ya, ada juga sih pria yang menelpon atau mengajakku berbincang serius, tapi mereka adalah pria-pria yang hatinya patah karena Ema.
Sebab, Ema adalah sahabatku. Di kantor ini, hanya Ema sahabatku. Walau dia menjengkelkan tapi dialah yang paling peduli padaku.
“Kamu yang paling membuatku merasa nyaman.” Begitu yang sering dia ucapkan padaku ketika dia mengakhiri curhat tentang hidupnya.
Memangnya ada apa dengan hidupnya?
Ema merupakan lima bersaudara dari keluarga yang broken home. Ayahnya pria keturunan Belanda, dan ibunya wanita ayu dari Yogya. Saat dia berusia sepuluh tahun. Orang tuanya bercerai. Ini disebabkan ayahnya yang ganteng (sumpah, ayahnya memang ganteng sekali! Aku pernah dikenalkan pada saat dia mengunjungi Ema) suka berselingkuh. Ibunya akhirnya memilih bercerai dan membawa serta kelima anak-anaknya. Ayahnya sendiri langsung hengkang dari rumah, dan selang satu bulan dia mendengar ayahnya sudah menikahi perempuan selingkuhannya.
Ema kecil, bersama saudara-saudaranya harus hidup serba prihatin. Apalagi ibunya tak mau menerima uang dari ayahnya. Ibunya banting tulang menghidupi keluarganya. Kedua kakaknya yang saat itu berusia masing-masing 17 dan 15 tahun, serta adiknya berusia masing 8 dan 5 tahun harus merasakan penderitaan yang berkepanjangan. Dan rupanya, penderitaan itu tak dapat ditanggung oleh semua anggota keluarganya. Ema bersaudara yang keseluruhannya perempuan cantik-cantik akhirnya menyerah pada beban hidup. Menginjak remaja, Ema dan kedua adiknya mengikuti jejak kakak-kakaknya, menjadi perempuan yang selalu memanfaatkan kecantikan demi uang. Ya, demi uang. Semua demi uang.
Anehnya, ibunya tak pernah mempermasalahkan itu.
“Mama justru lega karena masing-masing dari kami menjadi mesin pencetak uang.” Ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Mengerikan memang ceritanya.
“Itulah sebabnya aku tidak pernah menyesal melakukan ini. Sebab aku memang sudah terbiasa. Aku tidak peduli pada perasaan pria-pria itu. Salah mereka mencintaiku. Lagipula mereka memang bukan pria-pria baik. Kami sama-sama brengsek! Kami saling memanfaatkan. Mereka menikmati tubuhku, aku menikmati uang mereka. Sama-sama diuntungkan, bukan?” tanyanya. Bulu kudukku bergidik mendengarnya.
“Lantas, mau sampai kapan kamu begini?”
“Sampai aku benar-benar beruntung mendapatkan pria yang aku inginkan.” Tegasnya.
Dan pria yang diinginkan Ema adalah pria yang sudah aku sebutkan di atas : TAMPAN, KAYA dan LAJANG! Hebat bukan kriterianya!? Tapi, diam-diam aku juga sering membawanya dalam doa-doaku semoga Ema, sahabatku mendapatkan pria yang diinginkannya.
“Bagaimana dengan kamu?” Nah, Ema kadang menanyakan hal ini tanpa pernah melihat siapa aku. Apakah dia tidak lihat kalau aku sangat berbeda dengannya.
“Aku hanya ingin mendapatkan lelaki yang baik. Itu saja.” Tentu saja, Baik hati itu penting. Sebab pria baiklah yang akan menerima keadaanku yang jelek ini tanpa sedikitpun mengeluh. Mana mungkin aku memiliki kriteria sehebat Ema? Tahu diri lah!
“Kuharap kamu akan mendapatkannya.” Ujarnya tulus sambil memelukku.
“Terima kasih karena sudah menjadikanku menjadi sahabatmu.” Bisiknya pelan. Tentu saja, aku menjadikanmu sahabatku sebab walau kamu sering mengolok tubuhku tapi dari binar matamu kasih sayang memancar. Aku menyanyangimu apa adanya Ema.
Lalu kami selalu berpelukan selepas Ema mengeluarkan unek-uneknya.
Ema memang sahabatku, seperti juga dia menganggapku sahabatnya. Kami sependapat tentang arti sahabat. Sebab, kami adalah dua mahluk berbeda yang saling membutuhkan. Ema membutuhkan ketulusan dari orang yang dekat dengannya, bukan sekedar memanfaatkannya,sedangkan aku bisa belajar banyak padanya tentang hal-hal yang menyenangkan tentang busana, kencan, dan kegilaan.
Jujur, Emalah yang sangat berperan dalam menentukan baju apa yang akan aku pakai. Kami sering menghabiskan banyak waktu untuk berbelanja. Aku mengira duit Ema memang tak pernah habis. Dia sering mengajakku berbelanja baju dan memantas-mantaskannya untukku. Jadilah aku dengan setelan-setelan yang funky dan berwarna-warna cerah. Walau mungkin tidak ada yang melihatnya sebagai sesuatu yang pantas sebab mereka tetap konsen dengan lemakku. Sekali lagi lemakku! Bahkan, aku sering merasa mereka berkata, “Sungguh tak tahu diri, perempuan gemuk itu memakai baju-baju berwarna cerah. Bukankah itu semakin membuatnya bertambah bengkak?”
Well, untunglah ada Ema yang menyakinkanku bahwa aku terlihat lebih bersinar dengan pakaian pilihannya. Aku percaya Ema mengatakan hal yang sebenarnya. Dan diam-diam aku seringkali menangis dalam hati ketika dia meminta pendapatku tentang baju baru yang ingin dibelinya, “Ah betapa cantiknya Ema dengan baju apapun.” Aku tidak pernah menggelengkan kepala, semua yang dipakai Ema tampak sempurna.
Kami juga sering makan malam bersama seusai pulang kerja. Tentu saja setelah meminta izin kepada kedua kakakku dan orangtuaku. Dan mereka mengijinkanku pergi ketika mereka tahu, aku berangkat bersama Ema. Bagi mereka Ema adalah sahabat yang baik untukku. Bahkan Bang Indra dan Bang Andri sempat naksir Ema karena dianggapnya Ema adalah perempuan cantik sekaligus berhati peri. Tapi, Ema tentu saja mengabaikan mereka. Bagi Ema, kedua kakakku masih kurang kaya.
“Sebab mereka adalah kakak bagiku. Lagipula, aku tak mungkin memilih keduanya, bukan?” tolaknya halus padaku. Dia tak ingin menyakitiku dengan alasan yang aku tahu. Ema menolak dengan cukup bijaksana. Aku hanya tersenyum-senyum dan mengangguk, lalu menyampaikan alasan Ema pada kedua kakakku. Dan mereka setuju dengan itu.
“Lagipula, Ema adalah sahabat baikmu, De. Lebih baik persahabatan tak perlu dicampuradukkan dengan cinta. Bisa amburadul!” ujar bang Andri kalem. Dua minggu kemudian, bang Andri malah mengenalkan pacar barunya. Dia tidak begitu cantik, tapi terlihat begitu penyanyang.
“Sebab aku punya adik manis yang kusayangi, dan aku ingin calon istriku menyanyanginya.” Ujarnya dengan logat memanjakan. Dan memang mbak Ita, menyanyangiku.
Demikian juga Bang Indra selang berapa lama dari perkenalan calon bang Andri, mengenalkan juga pacar barunya. Perempuan keibuan itu bernama Anisa. Mengenakan jilbab dengan perawakan sedang. Lesung pipitnya membuatnya terlihat manis. Dan seperti mbak Ita, mbak Anisa juga menyanyangiku.
Apa sebenarnya yang kurang dari hidupku? keluarga menyanyangiku, bahkan mereka memasukkan anggota baru yang juga menyanyangiku. Aku juga punya Ema yang tak kalah besar menyanyangiku. Kekuranganku cuman satu. Aku ditakdirkan menjadi perempuan gendut, hitam, dan tidak menarik!Herrkkkkkkk!!!!     
Kembali lagi mengenai ceritaku dan Ema. Walau tidak selalu makan siang kami habiskan bersama. Tapi, ketika akhirnya kami memiliki waktu untuk bersama. Makan siangku akan sangat menyenangkan. Sebab, Ema selalu saja menceritakan hal-hal konyol dari pria-pria yang ingin membuatnya jatuh cinta. Lucu juga cara pria untuk menaklukan perempuan! Aku sering tertawa terbahak jika mendengar ceritanya.
Bahkan Ardiansyah terkadang melakukan tindakan konyol untuk bisa dekat dengan Ema. Salah satunya adalah dengan memberinya bunga berwarna pink dengan sebuah surat yang bergantung di tangkainya, “Maukah kamu makan siang denganku, cantik?” Well, cantik di sini tentu saja bukan namaku. Cantik di sini adalah panggilan Ardiansyah khusus kepada si cantik Ema. Dan sebab, Ema tak sanggup menolak ajakan yang romantis dan manis itu, dia akan mengajakku serta dalam acara makan siangnya. Puiih, sungguh menyesakkan dada! Bayangkan saja jika kamu melihat mata pria yang kamu kagumi menatap takjub perempuan lain. Pernahkah kamu mengalaminya? Semoga tidak! Sebab itu sangat menyakitkan!Tapi sakit itu bisa diobati karena dalam jangka waktu hampir satu jam aku pun bisa menikmati Ardiansyah. Menikmati aroma parfumnya dan sesekali menatap wajahnya.Aku bahkan tidak bisa konsentrasi lagi pada makananku, aku lebih sibuk memikirkan “Seandainya mata Ardiansyah menatap ke arahku dengan penuh cinta, tentu aku akan bahagia.” Tapi tentu saja tidak mungkin, sebab pria tampan hanya tertarik pada perempuan cantik. Dan aku adalah perempuan jelek, mungkin super jelek!
Dan Ema, yang merasa digila-gilai semua pria malah makan dengan asyik serta mengabaikan tatapan mesra Ardiansyah. Kasihan memang pria yang kukagumi itu. Dia mencintai perempuan yang salah, mungkin seperti juga aku mencintai dia. Cinta yang salah.
Ema dan aku masuk ke perusahaan ini dalam jangka waktu yang sama. Kami melalui test dan seleksi yang sama. Tapi, aku yakin bahwa Ema masuk ke sini bukan karena otaknya. Sebab jujur saja, Ema sangat merepotkan dalam urusan kepala. Dia sangat bloon dalam urusan pekerjaan. Bahkan sejak awal dia selalu saja meminta bantuanku untuk membuat daftar pertanyaan untuk seleb yang mau dia wawancarai. Ya ampun, daftar pertanyaan saja dia kebingungan. Kemudian, setelah akhirnya daftar pertanyaan itu harus dia rangkai menjadi berita, dia pun akan tetap merepotkanku. Jadi, menurutmu kenapa dia masuk ke kantor majalah ini? Ya, kurasa karena memang dia cantik!
Dan, barangkali itu sebabnya dia bisa menjadi sahabatku. Selain karena dia membutuhkan otakku, juga karena banyak pandangan sinis padanya. Banyak senior kami yang sinis padanya. Oh, tentu saja karena tiba-tiba saja Ema menjadi perbincangan semua pria ketika baru satu hari masuk kerja. Well, bayangkan saja hal itu!
Bagaimana dengan aku? Tidak ada seorang pun mempedulikan aku. Mereka terlihat terlalu sibuk, bahkan untuk mengetahui siapa namaku. Dan bayangkan, bagaimana raut wajah mereka akhirnya terpaksa harus mengetahui namaku (Ini demi membuat name tage) raut wajah mereka seolah-olah mengatakan, “Oh alangkah tidak cocoknya nama itu untuknya.’ Tentu saja dengan wajah yang memelas menatapku sambil mengira-ngira kalau orangtuaku salah memberi nama. Sampai akhirnya Dien, mengusulkan dengan seenaknya nama panggilan untukku, “Cece. Bagaimana kalau kami panggil kamu dengan sebutan Cece.” Aku sih mengangguk saja. Aku kan tidak mungkin memaksa mereka menyebutku Cantik jika mereka tidak ikhlas.
“De, kok kamu dipanggil Cece?” Tanya Bang Andri heran ketika seorang temanku memanggilku saat dia menjemputku. Dan Dede, merupakan panggilan kesayangan orang rumah untukku.
“Cece itu artinya, hemm, kalau nggak salah sih, kakak.” Lanjutnya dengan wajah berkerut
Well, masih mending bang Andri hanya mengetahui panggilan baruku Cece, tidak diembel-embeli Ndut di belakangnya. Kalau saja dia tahu, aku tidak bisa membayangkan hancurnya wajah temanku itu. Maklum, kedua kakak kembarku yang tampan itu paling nggak rela kalau Dede kesayangannya ini dihina orang. Aku masih ingat ketika aku kelas tiga SD, salah seorang anak di komplek memanggilku, “Hei, jelek!” bang Andri langsung menghajarnya hingga hidungnya patah. Jadi, jangan coba-coba memanggilku dengan sebutan –yang sebetulnya menggambarkan aku- nggak enak. Sebab, kedua kakakku akan menghajarmu.
Seharusnya aku merasa beruntung, tapi aku tetap merasa tidak beruntung dengan keadaan fisikku ini!
Aku hanya akan merasa bahagia ketika mendapati diriku secantik Ema. Okelah aku tidak perlu secantik dirinya tapi minimal aku tidak Gendut, tidak hitam, dan lebih menarik.
Bayangkan saja, aku menjadi kacingcalang di keluargaku. Aku menjadi obyek yang membuat foto keluargaku menjadi tidak indah. Aku pernah bertanya pada mama mengenai kondisiku.
“Ma, apakah aku anak pungut?” pertanyaanku hanya dijawab mama dengan tatapan penuh kasih sayang
“Tentu saja tidak, kamu lahir setelah mama kandung selama sebelas bulan.” ooow, tenyata barangkali itu jawaban yang bisa kuberikan atas kondisi fisikku. Aku terlalu lama dalam kandungan sehingga aku gemuk sejak awal, tapi apa asumsi yang pantas untuk kulit hitam dan rambut jarangku?
Ya, inilah aku, perempuan bernama Cantik yang sama sekali tidak cantik! Kasihan deh gue!!!!!


Selanjutnya???? TUNGGUIN AJA YA?

Saya ada dari pikiran OPTIMIS

“OPTIMIS atau PESIMIS lah yang ternyata akan membawa atau menenggelamkan kita pada beragam persoalan”
Dan saya yakin, saya ada karena saya berpikir OPTIMIS!
Saya bukan berasal dari keluarga serba ada, bahkan bisa dibilang keluarga saya nyaris kekurangan. Tapi, sejak kecil saya selalu optimis bahwa saya bisa memperbaiki hidup saya. Perlahan, lambat namun sinar itu kini menghampiri saya. Keoptimisan saya membuahkan hasil yang menakjubkan. Saya tidak bilang bahwa saat ini saya berhasil. Tapi, saya bisa mengatakan bahwa sekarang hidup saya lebih baik. Dan Optimis selalu bersama saya hingga saat ini.
Semoga optimislah yang akan selalu membawa saya menaiki puncak tertinggi dalam hidup saya. Semoga! Lantas, berapa kali Anda mencapai keberhasilan hasil dari keoptimisan Anda? Bukankah Optimis itu menakjubkan?

Bandung, 26 Januari 2006

Fleksibel, Kreatif, dan Inovasi

Ini merupakan salah satu point yang saya ambil dari seminar Hermawan Kartajaya.
Fleksibel, Kreatif, dan Inovasi merupakan tiga hal penting dalam memenangkan persaingan di dunia pemasaran. Tapi bagi saya, sebenarnya tiga hal itu bukan hanya penting di dunia pemasaran tapi juga penting untuk direalisasikan dalam beberapa hal lainnya.
Saya rasa menjadi manusia yang fleksibel itu penting! Kenapa? Sebab zaman terus berubah, keadaan berubah dengan cepat, dan perubahan ada di mana-mana, di setiap lini kehidupan. Lantas, jika kita tidak fleksibel dalam menyikapi perubahan maka kita akan tertinggal. Pernah dengar pepatah, “sebenarnya yang paling abadi di dunia ini adalah perubahan” ? saya setuju dengan pepatah itu. Walau adaptasi untuk mensiasati perubahan itu harus pula kita pikirkan dampaknya. Kita diberikan pilihan ya dan tidak dalam hidup, tapi kita tidak punya pilihan ‘ragu-ragu’ jadi, ketika perubahan terjadi pilihan kita hanya dua ikut atau tidak. Sikap yang fleksibel akan mampu menilai perubahan dengan lebih jernih. Mungkin ya, kita tidak perlu menanggapi segala perubahan dengan serius, tapi ya, jika kita menanggapi dengan kacamata yang lebih jernih. Apa yang akan kita lakukan ketika perubahan terjadi? Dan mari kita bersikap fleksibel menghadapinya!
Saya rasa menjadi manusia yang kraetif itu penting! Kenapa? Seorang sahabat di sebuah emailnya mengatakan pada saya bahwa orang-orang yang kreatif itu tidak akan mampu mencapai posisi puncak dalam perusahaan walau ‘pada awalnya’ dibutuhkan oleh perusahaan, khususnya perusahaan “star-up”. Tapi saya menyakini, sangat menyakini bahwa proses kreatif sangat penting di perusahaan manapun, sebesar apapun. Bukankah untuk mengiklankan perusahaan yang walaupun skala dinosaurauspun memerlukan pemikiran kreatif? Proses kreatif barangkali bukan hanya pada program kerja yang kreatif tapi pada semua lini perusahaan. Well ya, kita harus juga memilih dan memilah supaya ke-kreatifan tidak membuat perusahaan semakin tersungkur. Tapi saya yakin, bahwa kita harus tetap berpikir kreatif agar akhirnya bisa menentukan ‘mana yang terbaik’ untuk dilanjutkan. Kenapa harus takut gagal jika kita masih punya cadangan pikiran dan otak untuk berpikir kreatif?
Saya rasa menjadi manusia yang ber-inovasi itu penting! Kenapa? Saya bertukar pikiran dengan seorang pemimpin penerbitan di Bandung. Saya bertanya, “Apa yang membuat buku itu bisa menjadi best seller?” dan jawabannya hanya satu, “BEDA!” ya, buku itu harus berbeda dengan buku-buku yang lainnya, buku-buku kebanyakan. Kenapa Harry Potter laris? Sebab buku itu memang beda! Kenapa Ayu Utami langsung melesat? Sebab tulisannya berbeda! Dan pertanyaan terakhir, “Apa yang bisa membuat buku itu beda?” jawaban saya cuman satu, “Buku itu lahir dari INOVASI penulisnya!”
Lalu, apa yang ada di benak Anda mengenai tiga hal itu? Silahkan Anda mengurai dalam versi yang sudah Anda pikirkan!

Bandung, 26 Januari 2006

WOW!!!

Salah satu tulisan saya tempo lalu menyatakan bahwa ada dua orang manusia hebat yang ingin saya temui. Pertama, Hermawan kartajaya, seorang pakar Marketing Internasional. Kedua, Gede Prama, Penulis, pengamat situasi, pakar ‘motivasi’ paling berbakat.
Hari selasa tanggal 24 Januari 2006, saya ditelpon oleh sahabat untuk mengundang serta dalam acara Hermawan di Ballroom Hyatt Regency Bandung. Belum apa-apa jantung saya berdebar menyambut undangannya dan sempat bertanya pada sahabat, “Adakah waktu untuk saya berbincang secara personal dengan Hermawan?” dia menggeleng dan berkata, “Sepertinya beliau tidak akan bisa secara personal tapi kita punya kesempatan untuk bertanya dalam acara yang berlangsung!” ujarnya. Well, jawaban yang cukup mengecewakan tapi entah kenapa saya tetap melanjutkan keyakinan bahwa saya akan mengobrol secara personal dengan Hermawan. Bagi saya Optimis itu yang lebih penting!
Acara seminar bertajuk Marketing And Beyond,Berlangsung hebat! Dan saya yakin setiap seminar yang dibawakan Hermawan akan ‘hidup’ bagi semua yang datang. Cara penyampaian yang familier, penceritaan yang friendly, pembawaan yang menyenangkan, dan materi yang masuk akal membuat saya semakin mengagumi Hermawan. Bagi saya memang bukan siapa yang berbicara tapi apa yang dibicarakannya, dan tentu saja setelah membaca buku-bukunya lantas mendengarkan secara langsung apa yang disampaikannya ‘frame’ tentang hermawan bertambah plusnya. Kini Hermawan yang berbicara di hadapan saya benar-benar seorang pakar.
Yang paling mengagumkan dari acara itu adalah ternyata saya benar-benar bisa mengobrol secara personal dengannya! Puiiih, sejenak dari obrolan kami, saya mendapatkan beberapa point penting dari apa yang ingin saya tanyakan secara pribadi. Dan saya cukup puas saat bertukar pendapat dengannya. Beliau memberikan kartu nama, demikian pula saya, dan semoga kenangan itu tetap memberikan semangat serta dorongan bagi langkah saya sebagai seorang marketing.
Dan tahukah kawan yang paling penting dari cerita yang saya sampaikan? Bahwa berpikir OPTIMIS itu dapat mewujudkan apa yang tidak mungkin.
Saya percaya, ALLAH PUNYA TANGAN YANG SANGAT PANJANG UNTUK MEMPERTEMUKAN APA YANG (KITA LIHAT) TIDAK BISA BERTEMU, DAN MEMISAHKAN APA YANG (KITA LIHAT) TIDAK BISA TERPISAH.

Bandung, 26 Januari 2006

DIARYMU Di Bulan Januari

Januari
MY NEW YEAR (I hope) MY NEW LIFE

1 Januari
MY NEW YEAR (I hope) MY NEW LIFE
Setiap bergantinya tahun kamu selalu berharap bahwa tahun depan lebih baik. Tapi, seringkali kamu lupa untuk merencanakan apa saja yang akan kamu lakukan agar tahun depan MEMANG lebih baik. Jika memang kamu berharap tahun baru akan menjadi awal kehidupan baru, kenapa kamu tidak mengupayakannya secara terencana?

2 Januari
RENUNGAN di Tahun Kemarin
Nggak ada salahnya juga kalo pergantian tahun menjadi ajang untuk mengevaluasi diri kamu di tahun kemarin. Kalau perlu kamu boleh kok mencatatnya dengan lebih terperinci.
PRESTASI yang aku dapatkan adalah :
1……………………
2…………………..
3…………………..
4……………………
5…………………..
PENGALAMAN BURUK yang aku terima adalah :
1……………………
2…………………..
3…………………..
4……………………
5…………………..




3 januari
Apa yang ingin kamu CAPAI di tahun ini
Kalau kamu pengen tahun ini jadi tahun yang lebih baik dibandingkan tahun kemarin. Berarti, kamu adalah manusia yang akan diberikan kesuksesan. Tapi keinginan saja tidak cukup tanpa usaha dan kerja keras. So, CATAT aja dulu keinginan apa saja yang pengen kamu capai, lantas kamu cari cara bagaimana mencapainya.
KEINGINAN atau TARGET aku tahun ini adalah :
1……………………
2…………………..
3…………………..
4……………………
5…………………..

4 Januari
Hal POSITIF yang kamu miliki
Ini adalah hal POSITIF yang aku miliki
1……………………
2…………………..
3…………………..
4……………………
5…………………..



5 Januari
Hal KEKUATAN yang kamu miliki
Ini adalah KEKUATAN yang aku miliki dan bisa mendukung terwujudnya keinginanku di tahun ini :
1……………………
2…………………..
3…………………..
4……………………
5…………………..


6 Januari
MIMPI? Bolehkah?
Siapa bilang mimpi itu salah! Mimpi justru yang akan membawamu ke langit. Membuatmu menjadi orang yang di atas rata-rata. Apa kamu nggak inget sama
mimpi Columbus untuk menemukan benua Amerika, atau si jenius Albert Einstein. Memang mereka bisa melegenda hingga sekarang tanpa mimpi? Tidak! Mereka adalah orang yang bermimpi dan berusaha keras merealisasikan mimpi-mimpinya dan mereka BERHASIL!

7 Januari
Lantas, Siapa PENDUKUNG kamu?
Kamu tidak sendirian lho di dunia ini, kamu punya orang tua, kakak, adik, teman, sahabat, kerabat, dan tentu saja Tuhan. Tapi, diantara mereka semua kira-kira Siapa ya yang bakalan jadi pendukung kamu untuk membantumu mewujudkan keinginan-keinginanmu di tahun ini? Bukan sebagai pemberi support secara materil, tapi lebih sebagai pemberi kekuatan agar kamu tetap bersemangat

menggapai segalanya.
PENDUKUNG aku :
1……………………
2…………………..
3…………………..
4……………………
5…………………..

8 Januari
KEINGINAN berbanding seimbang dengan KEMAMPUAN
Keinginan jelas ada, nyali nggak kalah gede, tapi SESUAI juga sih dengan kemampuan yang kamu miliki. Memang sih orang bijak mengatakan bahwa manusia yang sukses pun hanya menggunakan sebagian kecil dari potensi sebenarnya. Jadi, buatmu nggak ada salahnya bermimpi sangat indah, bukan? Huuum, oke, oke, tapi sekedar nasehat yang bijak, aku ingin kamu menghitung saja mimpi-mimpi yang paling mungkin bisa kamu capai. Tidak selalu harus sangat sederhana tapi juga jangan terlalu mustahil untuk bisa diwujudkan. Hidup memang tak kenal kemustahilan, tapi, lagi-lagi kamu harus REALISTIS!



9 januari
Hemm, apa aku bisa SEBERUNTUNG dia?
Memangnya BERUNTUNG itu ukurannya apa bagimu? Banyak duit, cantik, hidup mewah, atau apa? Bagi aku, beruntung itu adalah ketika aku bisa mensyukuri sekecil apapun yang dihadiahkan Tuhan untukku.Rasanya percuma kok, aku diberikan apa saja, tapi aku masih merasa tidak puas. Sebab, ketidakpuasan itu akan menyiksaku. Menurutmu bagaimana?

1O Januari
Baiklah, Kita mulai dengan KEYAKINAN
Kayaknya percuma saja kalo kamu punya banyak keinginan untuk mengubah hidupmu di tahun ini tapi kamu nggak punya KEYAKINAN untuk bisa mengubahnya. Sekali lagi, PERCUMA! Kamu tahu nggak, keyakinanlah yang sesungguhnya dapat merubah hidupmu. Ketika kamu yakin kamu bisa, maka kamu bisa!

11 januari
Kalau dia BISA kenapa aku TIDAK!
Kamu melihat kalau sahabatmu itu hebat. Semua orang memuja kehebatannya. Kamupun terkagum-kagum padanya. Kamu ngiri kan? Ayo ngaku! Tapi, nggak perlu ngiri kok. Ngiri doang nggak ngefek sama hidupmu! Kalau dia saja bisa hebat,
kenapa kamu tidak bisa jadi hebat juga?

12 januari
Masalahnya STANDAR kalian berbeda
Sering juga sih aku bertanya-tanya sama diriku sendiri. Kenapa aku BEDA sama yang lain? Masalah perbedaan itu seringkali mengganggu pikiranku. Kayaknya kamu juga sering merasa seperti itu kan? Tapi, syukur aku sudah punya jawabannya sekarang. Ternyata manusia memang diciptakan dengan standar sendiri-sendiri. Tuhan menciptakan manusia lengkap dengan kelebihan dan kekurangan yang berbeda satu sama lain. Coba saja bayangkan ketika semua manusia menjadi dokter, memangnya siapa yang jadi pasiennya?

13 Januari
10 HAL yang tidak boleh dilanggar
Tentunya untuk sebuah perubahan kamu harus menetapkan peraturan-peraturan yang secara disiplin bisa kamu terapkan. Tentu saja, kamu sendiri yang paling tahu apa saja ya hal yang sebenarnya kamu tahu itu tidak baik tapi masih juga kamu langgar.
Sepuluh hal yang tidak boleh dilanggar :
1……………………
2…………………..
3…………………..
4……………………
5…………………..
6……………………
7…………………..
8…………………..
9……………………
10…………………..


14 Januari
Oke..oke…berpikirlah POSITIF untuk semuanya
Oke..oke…kita semua pernah mengalami masa sulit di tahun kemarin. Tapi, bukan berarti kamu memandang hari depan sedemikian keruh! Memangnya kamu cuman punya kacamata hitam, yang membuat semua kelihatan gelap?! Di toko banyak juga kan kacamata bening yang membuat pandangan kita jernih? Kenapa kamu tidak membelinya satu?Maksudnya adalah bahwa ketika kamu sudah berpikir jernih dan positif atas segala yang sudah terjadi dan akan (diharapkan) terjadi pada hidupmu maka semuanya akan menjadi positif.

15 Januari
Kayaknya SEMANGAT juga penting!
Beberapa orang bisa bersahabat dengan orang lain karena semangatnya! Tenessee Wlliams, mengatakan bahwa semangat adalah hal terpenting dalam hidup. Aku setuju dengannya, sebab tanpa adanya semangat mana mungkin kamu bisa bergairah dalam hidup?

16 Januari
Ya..ya..ya..AKU HARUS BERUBAH
Satu-satunya yang paling abadi dalam hidup adalah perubahan. Kita saja melalui metamorfosa yang cukup mengesankan, dari bayi ke balita ke anak-anak dan kini remaja. Kebayang nggak kita juga akan menjelang dewasa, lantas menjadi tua? Usia kita berubah, masa hidup kita tidak berubah?
Nah, sekarang coba kamu tuliskan apa saja sih yang harus kamu rubah dalam hidupmu :
1……………………
2…………………..
3…………………..
4……………………
5…………………..

17 Januari
MENYESAL? Uuugh..nggak usah deh!
Hiks..nangis karena penyesalan mengingat kesalahan atau kegagalan di tahun lalu sih sah-sah saja asal jangan bablas angine, artinya kebangetan nyesalinnya. Menyesal, boleh! Tapi bukan berarti penyesalan itu akan membuat kita takut untuk melangkah. Ingat, masa depan di sana membentang begitu indah. Kamu hanya tinggal berjalan ke arahnya.

18 Januari
GAGAL?siap nggak ya?
Bahwa kegagalan adalah guru yang terbaik itu adalah pepatah yang 99% bisa dipertanggungjawabkan. Kenapa? Sebab dengan merasakan kegagalan kita semakin tahu apa yang harus kita lakukan ke depannya. Kayaknya malah nggak jamannya lagi deh kamu takut sama gagal. Peduli amat di tahun lalu kamu banyak mengalami kegagalan, karena bukankah dari sana kamu semakin tahu mana yang boleh kamu lakukan atau tidak boleh kamu lakukan? Kamu sudah belajar banyak dari kegagalan, salah satunya untuk bangkit setelah terpuruk! Kamu hebat!

19 Januari
Lantas, apakah IMPIANKU akan tercapai?
Tentu saja impianmu akan tercapai dengan baik jika kamu mengupayakan untuk mencapainya! Jangan jadi pemimpi saja, tapi kamu harus menyeimbangkannya dengan menjadi perealisasi mimpi.Yang harus kamu lakukan hanya menerima tantangan yang diberikan hidup untuk meraih mimpimu. Ayo, pejamkan matamu dan bayangkan apa yang akan terjadi denganmu lima tahun ke depan, apa yang kamu inginkan pada saat itu. Bermimpilah sesukamu, sebab Julia Robert, seorang aktris peraih Oscar yang beken itu, saat remaja selalu pusing dengan kawat gigi dan ukuran dada yang rata. Siapa yang bisa membayangkan jika dia akan menjadi bintang besar!Masih tersedia banyak waktu untuk mewujudkan mimpi-mimpimu sebab kamu adalah keajaiban. Kamu unik. Kamu bisa menjadi seorang Shakespeare, Michaelangelo, Beethoven. Kamu memiliki potensi untuk apa pun.[1]

20 Januari
Tapi, Aku TAKUT memulai!
Aku lebih menghargai orang yang mengalami kegagalan, sebab buatku orang-orang yang tidak pernah gagal adalah orang yang tidak melakukan sesuatu pun dalam hidupnya. Kamu piker apakah rasa takut itu akan memberimu banyak manfaat? Ketakutan itu akan membuatmu aman dari gagal? TIDAK! Sebab ketakutan hanya akan membuatmu jalan di tempat dan membuatmu jauh tertinggal dari orang-orang yang berani mengambil resiko dalam hidupnya. Mencoba hal-hal baru sesungguhnya sangat menyenangkan. Coba saja!

21 Januari
Ayo, maju..MAJU..terus maju!
Pada saat-saat tertentu kita memang merasa ciut dengan keadaan kita, tapi apakah ini berarti kita akan mundur atau berhenti berjuang?TIDAK! sebab Indonesia bisa merdeka karena para pahlawan kita dan seluruh rakyat Indonesia tidak pernah berhenti untuk maju dan berjuang. Pada dasarnya, kita semua adalah pejuang. Aku, kamu, dan kita semua kalau mau “maju” ya harus terus maju. Ayo, mau..MAJU…terus maju!

22 Januari
KESEMPATAN pasti akan selalu ada
Aku nggak setuju ketika ada yang bilang bahwa kesempatan emas itu tidak dating dua kali. Aku menyakini bahwa ketika kita tidak mendapatkan kesempatan yang satu, maka kesempatan yang lain sudah menunggu kita. Ketika, kamu merasa kesempatanmu untuk masuk Indonesian idol tahun kemarin gagal, kamu harus tahu bahwa tahun ini audisinya akan segera dimulai. So, Siapa yang tahu kali ini kamu akan menjadi pengganti si suara emas Mike Idol?





23 Januari
Kebiasaan BAIK yang ingin kukembangkan
Sebab Tuhan menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangan. Maka, sudah pasti selain hal yang tidak kamu sukai dalam hidupmu, kamu memiliki hal yang kamu sukai. Kebiasaan-kebiasaan baik yang kadang membuat teman-temanmu iri padamu.
Kebiasaan BAIK yang ingin kukembangkan adalah :
1……………………
2…………………..
3…………………..
4……………………
5…………………..

24 Januari
Kebiasaan BURUK yang ingin kuhilangkan
Nggak perlu berkecil hati juga sih ketika di tahun kemarin, kamu hanya berjanji palsu untuk bisa menendang semua kebiasaan burukmu. Siapa tahu tahun kemarin niat dan usahamu saja yang kurang optimal. Tapi, alangkah baiknya jika kamu mencatat kebiasaan-kebiasaan buruk yang ingin kamu hilangkan.
Kebiasaan BURUK yang ingin kuhilangkan adalah :
1……………………
2…………………..
3…………………..
4……………………
5…………………..

25 januari
Bukankah Allah akan merubah NASIB umatNya ketika umatNya berusaha untuk merubah NASIBnya?
Sedih karena merasa hidupmu tidak berguna? NGAPAIN! Sedih nggak bikin hidupmu tambah baikan. Tuhan hanya akan merubah nasib kamu ketika kamu pun mengupayakan perubahan itu! Jangan kamu kira segala yang indah itu bisa kamu dapatkan semudah membalikkan telapak tangan.Nggak mungkin! Kamu harus mengupayakan perubahan lebih baik untuk masa depanmu, dan biarkan Tuhan membantumu.




26 januari
Ada LANGIT dan BUMI, aku bisa bercermin pada mereka berdua
Daripada nelongso ketika melihat langit alias orang-orang yang kamu anggap ‘lebih’ darimu, ada baiknya kamu juga mengingat bumi yang kamu injak agar kamu berpikir seimbang. Hidup ini kan butuh keseimbangan. Ada tanah yang dipijak, ada langit yang di tatap.

27 januari
Aku yang MENGENDALIKAN HIDUP, bukan HIDUP MENGENDALIKAN aku
Nah, mulai sekarang kamu jangan berpikir bahwa kamu paling menderita karena hidupmu karena bukan hidup yang membuat kamu menderita tapi kamulah yang membuat hidupmu menderita. Jangan kamu pikir, caramu memandang hdiup tidak berpengaruh dalam hidupmu. Itu sangat berpengaruh, non! Ketika kamu dikendalikan oleh hidupmu, maka yang terjadi adalah kamu kehilangan kekuatan untuk tumbuh dan berkembang. Namun, ketika kamulah yang mengendalikan hidupmu, maka kamu akan tumbuh dan berkembang, sebab kamu merasa bertanggungjawab karenanya!

28 januari
10 hal yang tidak bisa DITOLERANSI dalam hidupku
Kamu tidak suka pelecehan dan kamu tidak bisa mentoleransi apabila kejadian itu ada di depan matamu. Kalau begitu, apa yang akan kamu lakukan jika itu terjadi dan apa saja yang tidak bisa kamu toleransi lagi. Membuat daftar hal tersebut akan membuat dirimu lebih hati-hati dalam bertindak,sebab kamu memasukkan daftarnya bukan sebagai tindakan orang lain terhadapmu tapi juga akan membuat kamu lebih mawas dalam bertindak pada orang lain.
10 hal yang tidak bisa ditoleransi dalam hidupku adalah ;
1……………………
2…………………..
3…………………..
4……………………
5…………………..
6……………………
7…………………..
8…………………..
9……………………
10…………………..





29 Januari
Beberapa alasan DUNIA itu INDAH
Sebab Tuhan tidak pernah memintamu membayar kenikmatan yang sudah Dia berikan padamu.misalnya, UDARA yang kamu hirup.
Sebab Tuhan tidak pernah membiarkan kamu hidup sendirian di dunia ini. Lihat saja kamu punya banyak orang yang bisa membuatmu merasa senang. Misalnya, KELUARGA
Sebab Tuhan tidak pernah membuatmu benar-benar tidak berguna. Coba kamu perhatikan, biar kakimu tidak bagus, tapi masih bisa kamu ajak jalan ke tempat-tempat yang kamu sukai. Misalnya, MALL!
Dan masih banyak lagi yang membuat dunia itu tidak seburuk yang kamu bayangkan!!

30 januari
Well, I’ll try to LOVE MY LIFE!
Puih, beberapa hari untuk merumuskan hidupku bukan sesuatu yang gampang. TERNYATA, aku adalah manusia yang Tuhan ciptakan sama beruntungnya seperti Agnes Monica, Krisdayanti, atau Siapa pun. TERNYATA, aku punya sedikit saja kekurangan dan begitu banyak kelebihan. Aku beruntung!

31 Januari
MASA DEPANku
Di depan sana masih banyak yang harus aku kerjakan untuk meraih masa depanku. Aku tidak boleh menyia-nyiakannya. Masa depan ada di tanganku!

Aku dan tulisanku

"Aku hanya ingin belajar segala sesuatu tentang hidup. Dan menulis merupakan salah satu cara untuk belajar, termasuk tentang diriku sendiri." (Indari Mastuti)